UJI KUALITAS
MIKROBIOLOGI PADA SAUS SAMBAL BERDASARKAN ANGKA LEMPENG TOTAL KOLONI BAKTERI
LAPORAN
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Mikrobiologi
yang dibina
Oleh Bapak Dr. Noviar Darkuni, M.Pd
Oleh Kelompok 6/ Offering G:
Istamaya Ariani (120342400167)
Luana Indah Sari (120342400168)
Lupita Oktaviona (120342422489)
Suci Ayu Maharani (120342410519)
Virgina Zapta Dewi (120342422494)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2014
A. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui Angka Lempeng Total (ALT) koloni bakteri yang terdapat
dalam sampel bahan makanan padat dan bahan makanan cair.
2.
Untuk menentukan kualitas mikrobiologi sampel makanan yang diperiksa
berdasarkan ALT koloni bakteri
B. DASAR
TEORI
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman. Dalam bahan pangan, tentu saja belum sepenuhnya steril
dan masih dimungkinkan terdapat suatu koloni bakteri, oleh sebab itu perlu dilakukan
pengujian bahan makanan (Jutono, 1980).
Pengambilan dan penangan sampel bakteri dilakukan
dengan botol niskin, botol sampel, ice box. Peralatan yang digunakan untuk
analis mikrobiologis antara lain inkubator, autoklaf, mikroskop, colony
counter, lampu bunsen, cawan petri, tabung reaksi, dan jarum ose (Fardiaz, 1992).
Menurut Fardiaz (1992), metode yang dapat
digunakan untuk menghitung jumlah mikrobia di
dalam bahan pangan adalah metode hitungan cawan. Prinsip dari metode hitungan
cawan adalah jika sel yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitung cawan dapat
dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang dan metode permukaan. Pada metode
tuang, jumlah sampel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki
dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian digoyangkan supaya sampel tersebar
merata. Pada metode permukaan, agar-agar steril dituangkan ke dalam cawan petri
setelah membeku sebanyak 0,1 ml, contoh yang telah diencerkan diinokulasikan
pada permukaan agaragar dan diratakan dengan batang gelas melengkung (hockey
stik) steril.
Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan hitungan cawan (Total
Plate Counts) berdasarkan pertumbuhan dapat dilihat langsung tanpa mikroskop
(Fardiaz, 1992). Menurut Jutono (1980), tidak semua jumlah bakteri dapat dihitung. Ada
beberapa syarat perhitungan yang harus dipenuhi, yaitu :
1.
Jumlah koloni tiap petridish antara 30-300 koloni, jika memang tidak ada
yang memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300.
2.
Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petridish,
koloni tersebut dikenal sebagai spreader.
3.
Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang bertururt-turut
antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama
atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2
yang dipakai jumlah mikrobia dari hasil pengenceran sebelumnya.
4.
Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata. Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme
ini seringkali digunakan pengenceran. Pada pengenceran dengan menggunakan botol
cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat
terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah
mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan
menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah.
5.
Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada
cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah
antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan
(Fardiaz, 1992).
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga
semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah
mikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung.
Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat
dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa
inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung oleh mata (Waluyo, 2004).
Adapun
rumus untuk menghitung jumlah koloni per ml adalah sebagai berikut:
Hasil perhitungan diatas dinyatakan dalam ALT
(Angka Lempeng Tunggal) (Djide,2005). Hasil yang didapat sebagai angka lempeng total harus mengikuti aturan-aturan
sebagai berikut :
1.
Angka
yang ditulis hanya dua angka, yaitu angka pertama di depan koma dan angka kedua
di belakang koma. Jika angka ketiga ≥ 5, maka dibulatkan menjadi satu angka
lebih tinggi dari angka kedua.
2.
Apabila setelah pembulatan tersebut menyebabkan perubahan pada angka
pertama maka angka tingkat pengenceran dinaikkan menjadi satu angka lebih
tinggi daripada angka sebelumnya. Misalnya 1,95x103 diubah menjadi
2,0x 104
3.
Jika
semua tingkat pengenceran menghasilkan angka kurang dari 30 koloni pada semua
cawan petri, maka hanya jumlah koloni bakteri pada tingkat pengenceran terendah
yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 3,0 dikalikan tibgkat
pengenceran tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.
4.
Jika semua tingkat pengenceran menghasilkan
jumlah lebih dari 300 koloni pada semua cawan petri, maka hanya jumlah koloni
bakteri pada tingkat pengenceran tertinggi yang dihitung, misalnya dengan cara
menghitung jumlah koloni pada seperempat bagian cawan petri, kemudian hasilnya
dikalikan 4. Hasil perhitungan dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan
dengan tingkat pengenceran tetapi jumlah sebenarnya harus dicantumkan dalam
tanda kurung.
5.
Jika
terdapat 2 tingkat pengenceran yang menghasilkan jumlah antara 30 dan 300
koloni dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua tingkat
pengenceran terendah ≤ 2, maka harus ditentukan rerata dari kedua nilai tersebut
dengan memeperhitungkan tingkat pengencerannya. Jika perbadingan anatara hasil
tertinggi dan terendah > 2, maka yang dilaporkan hanya hasil terkecil.
Batas maksimum cemaran mikroba
berdasarkan PBOM untuk saus tomat :
C. ALAT DAN
BAHAN
·
Alat :
1.
Laminar Air
Flow (LAF)
2.
Lampu
spirtus
3.
Incubator
4.
Pipet ukur
10 ml, 1 ml, 0,1 ml
5.
Mortar dan
pistle
6.
Rak tabung
reksi
7.
Vortex
8.
Koloni
counter
·
Bahan:
1.
Saus
makanan
2.
Medium
lempeng plate Counter Agar (PCA) 6 buah
3.
Larutan air
pepton 0,1 sebanyak 90 ml
4.
Larutan air
pepton 0,1 @ 90 ml sebanyak 5 tabung
5.
Alcohol 70
%
6.
Lisol
7.
Sabun cuci
8.
Korek api
9.
Lap
D.
|
|
||||||
|
||||||
|
||||||
|
|
|
||||||||
|
||||||||
|
E. DATA
DAN ANALISIS DATA
Data Pengamatan
Cawan
|
Tingkat Pengenceran
|
Jumlah Koloni
(inkubasi 1x24 jam)
|
A
|
10-1
|
346
|
B
|
10-2
|
95
|
C
|
10-3
|
18
|
D
|
10-4
|
1
|
E
|
10-5
|
0
|
F
|
10-6
|
0
|
Analisis Data
Praktikum ini menggunakan bahan 10 ml saos batagor yang dibeli di
Pasar Jombang gang 1B untuk uji makanan. Pengujian dilakukan dengan
mengencerkan 10 ml dengan larutan pepton. Pengenceran dilakukan sampai 6 kali pengenceran. Tingkat pengenceran yang
digunakan yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4,
10-5, dan 10-6. Masing-masing tingkat pengenceran
dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah diberi label A-F. Tabung reaksi A
berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-1, tabung reaksi B
berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-2, tabung reaksi C
berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-3, tabung reaksi D
berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-4, tabung reaksi E
berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-5, tabung reaksi F
berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-6. Larutan dari
masing-masing tingkat pengeneran diambil 0,1 ml kemudian diinokulasi pada cawan
petri yang sudah diisi dengan medium yang telah disiapkan dan diberi label.
Kemudian diamati koloni bakteri yang tumbuh pada setiap tingkat pengenceran
setelah 1x24 jam.
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada cawan A dengan
tingkat pengenceran 10-1 terdapat 346 koloni bakteri, cawan
B dengan tingkat pengenceran 10-2 terdapat 95 koloni bakteri, cawan
C dengan tingkat pengenceran 10-3 terdapat 18 koloni bakteri, cawan
D dengan tingkat pengenceran 10-4 terdapat 1 koloni bakteri, cawan E
dan F dengan pengenceran 10-5 dan 10-6 tidak terdapat
koloni bakteri. Berdasarkan hasil diatas dilakukan penghitungan ALT dengan
rumus :
Sebelum
penghitungan ALT terdapat ketentuan, yaitu cawan yang dipilih untuk
penghitungan ialah cawan yang berisi koloni bekteri dengan jumlah antara 30
sampai dengan 300 koloni. Dari ketentuan tersebut penghitungan ALT menggunakan
cawan petri B dengan jumlah koloni sebanyak 95. Penghitungan ALT sebagai
berikut :
ALT = 95 / 0,01 x 0,1 = 950 atau 9,5x102
Dibandingkan
dengan SK cemaran BPOM, saus tomat dan saus cabe yang bernilai ALT (300C,
72 jam) 1x104 koloni/g, dapat disimpulkan bahwa saus batagor
layak dikonsumsi karena memiliki ALT > ALT SK cemaran BPOM, saus tomat dan
saus cabe.
F. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pada saus batagor yang
dibeli di Pasar Jombang gang 1B Kota
Malang, memiliki ALT yang lebih rendah dari batas maksimum ALT BPOM RI untuk
produk saus. Saus batagor tersebut memilki ALT (Angka Lempeng Total) 9,5
x102, sedangkan batas maksimum Angka lempeng total maksimum yang diizinkan oleh BPOM RI untuk produk saus tomat, saus cabe dan saus
non emulsi lainnya adalah 1x 104 koloni/ g. Berpedoman pada batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan
tahun 2009 yang dikeluarkan oleh BPOM RI tersebut maka dapat diketahui bahwa
berdasarkan ALT koloni bakterinya saus batagor yang dibeli di Pasar Jombang
Kota Malang layak di konsumsi.
Hal
tersebut diduga karena beberapa faktor
meliputi kebersihan lingkungan produksi, kebersihan alat produksi dan penyajian
saus batagor, kebersihan dan kesegaran bahan baku pembuatan saus batagor sehingga angka cemaran mikroba dalam saus
menjadi kecil. Selain lingkungan yang bersih, nilai ALT yang redah juga
disebabkan oleh waktu pengambilan sampel yang dilakukan pada pagi hari sehingga
saus batagor tersebut dalam kondisi yang bersih setelah proses pemasakan.
Adapun syarat-syarat tempat pengolahan makanan/dapur yang baik
antara lain, seperti: harus tersedia persediaan air yang cukup dan memenuhi
syarat-syarat kesehatan. Syarat kesehatan yang dimaksud diantaranya adalah
tempat pengolahan harus selalu bersih, terlindung dari insekta dan binatang
pengerat lainnya (Depkes RI, 1991). Menurut Fardiaz (1993), koloni yang tumbuh
menunjukkan jumlah seluruh mikroorganisme yang ada di dalam sampel, seperti:
bakteri, kapang dan khamir.
Produk pangan merupakan produk yang tidak dapat lepas dari
keseharian masyarakat. Pengujian sampel makanan penting untuk dilakukan guna
menjaga keamanan produk dengan mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah
ditetapkan oleh BPOM RI. Metode yang
digunakan dapat secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian secara kuantitatif
(enumerasi) dapat dilakukan dengan penghitungan jumlah mikroba dan interpretasi
hasil berupa koloni per gram atau koloni per ml. ALT (angka lempeng total) merupakan salah satu
parameter uji mikrobiologi secara kuantitatif pada makanan untuk mengetahui
kelayakan suatu makanan.
Angka lempeng total menunjukan jumlah koloni bakteri tiap
milliliter atau gram suatu sampel makanan pada tingkat pengenceran tertentu.
Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob
mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat
diamati secara visual dan dihitung, kemudian hasil diiinterpretasi
sebagai jumlah koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100 ml (Mansauda dkk,2014). Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes
dan cara sebar (BPOM RI,2008). Pada praktikum ini ALT yang dilakukan dengan
cara tuang yaitu dengan menuangkan beberapa ml
sampel makanan yang telah diencerkan pada beberapa tingkat pengenceran pada
medium padat. Analisis
ALT menggunakan media Plate Count Agar dengan menanam 0,1 ml sampel yang
telah diencerkan ke dalam cawan petri. Perhitungan dilakukan hanya untuk
pengenceran dengan jumlah koloni 30 – 300, lalu dirata-rata (Fardiaz, 1993).
ALT yang ada di bawah batas
maksimum suatu sampel makanan merupakan
salah satu syarat suatu makanan layak dikonsumsi ataukah tidak. Hal tersebut dikarenakan pangan dapat menjadi
beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat
tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi
toksin yang dapat membahayakan manusia. Jika
jumlah koloni bakteri yang mencemari suatu makanan melebihi jumlah batas
maksimum ALT maka makanan tersebut tidak
layak dikonsumsi (BPOM RI, 2008).
Bakteri yang terdapat pada suatu makanan bermacam-macam. Umumnya bakteri yang dapat menyebabkan
keracunan yaitu Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria
monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium
perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae. Vibrio
parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki (BPOM RI,2008). Banyak faktor
yang mempengaruhi jumlah serta jenis
mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu
sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan
tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan dan penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu
tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi /
nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut.
Kondisi
sampel makanan pada pengujian jumlah
cemaran bakteri dalam suatu sampel makanan menggunakan metode hitungan cawan
harus diperhatikan sehingga hasil yang didapatkan akurat. perubahan sampel
makanan selama proses pengambilan dan pengangkutan ke laboratorium harus
dihindari dengan cara sampel makanan yang diterima harus segera diuji begitu
tiba di laboratorium. Sampel yang didinginkan dan
mudah rusak harus dianalisa paling lambat 36 jam setelah pengambilan sampel.
Sampel beku harus disimpan dalam freezer sampai tiba waktunya untuk
diuji (BPOM RI,2008).
Sampel
makanan yang
tidak mudah rusak seperti makanan kaleng, dapat disimpan pada suhu ruang.
Meskipun demikian sampel tidak boleh disimpan terlalu lama karena ada mikroba
yang dapat mati selama penyimpanan. Sampel yang akan dikirim ke laboratorium
harus diupayakan tidak tercemar dengan bahan atau mikroba lain. Selama dalam
pengiriman ke laboratoriu sifat sampel harus dijamin tidak mengalami perubahan
sejak sampel diambil, dikemas dan dikirim ke laboratorium.
Meskipun
berdasarkan hasil penelitian ALT saus batagor layak dikonsumsi karena ALT lebih
rendah dari ALT maksimal untuk produk saus yang dikeluarkan oleh BPPOM,
kandungan zat aditif lain seperti pewarna, pengemulsi, pengatur tingkat
keasaman, dan penggawet juga harus diperhatikan. Selain kandungan zat aditif
juga perlu diperhatikan angka cemaran bakteri tertentu pada saus. Berdasarkan
hal tersebut maka perlu dilakukan penelitin lebih lanjut untuk menjamin bahwa
saus batagor tersebut layak dikonsumsi.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan
1.
ALT (Angka
Lempeng Total) saus batagor adalah 9,5x102 koloni/ml. ALT tersebut kurang dari batas maksimum cemaran koloni
bakteri dalam pangan yang ditetapkan oleh BPOM RI untuk produk saus tomat, saus
cabe dan saus lain non emulsi yaitu dengan ALT(300C, 72 jam)1 x104
koloni/g.
2.
Saus
batagor di Pasar Jombang kota Malang layak dikonsumsi.
H. DISKUSI
1.
Berapa
Angka Lempeng Total koloni bakteri dalam tiap gram atau millimeter sampel bahan
makanan yang diperiksa (cfu/ g atau cfu /ml)?
Jawab:
Cawan yang dijadikan perhitungan ALT adalah cawan B dengan tingkat
pengenceran 10-2 dan jumlah koloni 95. Setelah dihitung diperoleh nilai ALT
sebesar 950 tiap millimeter.
Cara perhitungan:
ALT = 95 / 0,01 x 0,1 = 950 atau 9,5x102
3.
Bagaimanakah
kualitas makanan yang diperiksa bedasarkan Angka Lempeng Total koloni bakteri
berdasarkan ketentuan dari DIRJEN Pengawasan Obat dan Makanan?
Jawab:
Berdasarkan SNI-01-3456-1994 menyebutkan
bahwa kadar cemaran mikroba yang ditetapkan angka lempengan total maksimal 105
sehingga saus batagor digolongkan
layak dikonsumsi karena memiliki ALT > ALT SK cemaran BPOM.
4.
Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi bakteri dalam bahan makanan?
Jawab:
Faktor-faktor yang menyebabkan kontaminasi bakteri dalam makanan
dibagi menjadi 2yaitu faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsic
merupakan penyebab pertumbuhan mikroba yang dikontrol oleh bakteri itu sendiri.
Contoh faktor intrinsic tersebut adalah Ph, potensial oksidasi-reduksi,
struktur fisik makanan, struktur biologis makanan, ketersediaan oksigen untuk
bakteri yang ada, kandungan nutrisi, dan aktivitas air. Faktor ekstrinsik
adalah faktor yang berkaitan dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Contoh
faktor ekstrinsik adlah temperature, kelembapan udara relatif, kandungan O2 dan
CO2 yang ada, serta jenis dan jumlah mikroba yang ada di makanan tersebut
DAFTAR
RUJUKAN
Anwar, S. 1985. Sanitasi
Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
BPOM RI.2008. InfoPOM: Pengujian
Mikrobiologi Pangan. Online. www.infoPOM.go.id.
diakses pada 14
Oktober 2014.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. 2009. Penetapan
Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan. www.infoPOM.go.id.
diakses pada 14
Oktober 2014.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk
Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan dan Minuman. Jakarta: Depkes RI Press
Djide Natsir, 2004. Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium
Mikrobiologi Farmasi.
Makassar: Universitas
Hasanuddin
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka
Fardiaz, S., 1993. Analisis
Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jutono, J. 1980. Pedoman
Praktikum Mikrobiologi Umum. Yogyakarta:
Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM.
Mansauda,
Karlah L. R., Fatimawali & Kojong Novel .2014. Analisis Cemaran
Bakteri Coliform Pada Saus Tomat Jajanan Bakso Tusuk Yang Beredar Di
Manado. Pharmacon: Jurnal Ilmiah Farmasi. III(2):37-44. Online ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/.../4300
diakses pada 29 Oktober 2014
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum.
Malang: UMM Press.