Rabu, 29 Oktober 2014

laporan Uji makanan



UJI KUALITAS MIKROBIOLOGI PADA SAUS SAMBAL BERDASARKAN ANGKA LEMPENG TOTAL KOLONI BAKTERI
LAPORAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi
yang dibina Oleh Bapak Dr. Noviar Darkuni, M.Pd



Oleh Kelompok 6/ Offering G:

Istamaya Ariani                       (120342400167)
Luana Indah Sari                    (120342400168)
Lupita Oktaviona                    (120342422489)
Suci Ayu Maharani                 (120342410519)
Virgina Zapta Dewi                (120342422494)






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2014
A.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui Angka Lempeng Total (ALT) koloni bakteri yang terdapat dalam sampel bahan makanan padat dan bahan makanan cair.
2.      Untuk menentukan kualitas mikrobiologi sampel makanan yang diperiksa berdasarkan  ALT koloni bakteri

B.     DASAR TEORI
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik  yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Dalam bahan pangan, tentu saja belum sepenuhnya steril dan masih dimungkinkan terdapat suatu koloni bakteri, oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian bahan makanan (Jutono, 1980).
Pengambilan dan penangan sampel bakteri dilakukan dengan botol niskin, botol sampel, ice box. Peralatan yang digunakan untuk analis mikrobiologis antara lain inkubator, autoklaf, mikroskop, colony counter, lampu bunsen, cawan petri, tabung reaksi, dan jarum ose (Fardiaz, 1992).
Menurut Fardiaz (1992), metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikrobia di dalam bahan pangan adalah metode hitungan cawan. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitung cawan dapat dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang dan metode permukaan. Pada metode tuang, jumlah sampel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian digoyangkan supaya sampel tersebar merata. Pada metode permukaan, agar-agar steril dituangkan ke dalam cawan petri setelah membeku sebanyak 0,1 ml, contoh yang telah diencerkan diinokulasikan pada permukaan agaragar dan diratakan dengan batang gelas melengkung (hockey stik) steril.
Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan hitungan cawan (Total Plate Counts) berdasarkan pertumbuhan dapat dilihat langsung tanpa mikroskop (Fardiaz, 1992).  Menurut Jutono (1980), tidak semua jumlah bakteri dapat dihitung. Ada beberapa syarat perhitungan yang harus dipenuhi, yaitu :
1.        Jumlah koloni tiap petridish antara 30-300 koloni, jika memang tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300.
2.        Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petridish, koloni tersebut dikenal sebagai spreader.
3.        Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang bertururt-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah mikrobia dari hasil pengenceran sebelumnya.
4.        Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata. Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Pada pengenceran dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah.
5.        Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1992).
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah mikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata (Waluyo, 2004).
Adapun rumus untuk menghitung jumlah koloni per ml adalah sebagai berikut:
Hasil perhitungan diatas dinyatakan dalam ALT (Angka Lempeng Tunggal) (Djide,2005). Hasil yang didapat sebagai angka lempeng total harus mengikuti aturan-aturan sebagai berikut :
1.          Angka yang ditulis hanya dua angka, yaitu angka pertama di depan koma dan angka kedua di belakang koma. Jika angka ketiga ≥ 5, maka dibulatkan menjadi satu angka lebih tinggi dari angka kedua.
2.              Apabila setelah pembulatan tersebut menyebabkan perubahan pada angka pertama maka angka tingkat pengenceran dinaikkan menjadi satu angka lebih tinggi daripada angka sebelumnya. Misalnya 1,95x103 diubah menjadi 2,0x 104
3.            Jika semua tingkat pengenceran menghasilkan angka kurang dari 30 koloni pada semua cawan petri, maka hanya jumlah koloni bakteri pada tingkat pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 3,0 dikalikan tibgkat pengenceran tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.
4.             Jika semua tingkat pengenceran menghasilkan jumlah lebih dari 300 koloni pada semua cawan petri, maka hanya jumlah koloni bakteri pada tingkat pengenceran tertinggi yang dihitung, misalnya dengan cara menghitung jumlah koloni pada seperempat bagian cawan petri, kemudian hasilnya dikalikan 4. Hasil perhitungan dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan tingkat pengenceran tetapi jumlah sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.
5.             Jika terdapat 2 tingkat pengenceran yang menghasilkan jumlah antara 30 dan 300 koloni dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua tingkat pengenceran terendah ≤ 2, maka harus ditentukan rerata dari kedua nilai tersebut dengan memeperhitungkan tingkat pengencerannya. Jika perbadingan anatara hasil tertinggi dan terendah > 2, maka yang dilaporkan hanya hasil terkecil.
Batas maksimum cemaran mikroba berdasarkan PBOM untuk saus tomat :
C.    ALAT DAN BAHAN
·         Alat :
1.      Laminar Air Flow (LAF)
2.      Lampu spirtus
3.      Incubator
4.      Pipet ukur 10 ml, 1 ml, 0,1 ml
5.      Mortar dan pistle
6.      Rak tabung reksi
7.      Vortex
8.      Koloni counter
·         Bahan:
1.      Saus makanan
2.      Medium lempeng plate Counter Agar (PCA) 6 buah
3.      Larutan air pepton 0,1 sebanyak  90 ml
4.      Larutan air pepton 0,1 @ 90 ml sebanyak 5 tabung
5.      Alcohol 70 %
6.      Lisol
7.      Sabun cuci
8.      Korek api
9.      Lap
D.   
Menyediakan 10 ml bahan makanan cair , menyediakan 5 tabung reaksi berisi air pepton 0,1 ml @ 9ml dan memberi kode A,B,C,D,E, F dan menyediakan 6 medium lempeng yang telah diberi kode A,B,C,D,E,F.

PROSEDUR 















Mengambil 1 ml suspensi kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi A

 





Mengocok tabung reaksi A dengan stirrer.

 





Mengambil 1 ml suspensi dari tabung reaksi A kemudian memasukkan ke dalam tabung reaksi B.


 





Melakukan pengenceran bertahap tersebut sampai pada tabung reaksi F. Tingkat pengenceran susupensi yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6 .



 
 

















Mengambil 0,1 ml dari masing-msing suspense secara aseptic dan memercikkan ke permukaan medium lempeng dengan kode yang sesuai.

 
                                                                  
















Melakukan inkubasi biakan pada medium  lempeng tersebut dengan suhu 37 o C.

 





Mengamati dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada medium lempeng ,\.setelah 1 x 24 jam dan 2x 24 jam.

 



 











Memilih medium yang ditumbuhi 30- 300 koloni bakteri untuk menghitung Angka Lempeng Total koloni bakteri yang terdapat dalam tiap gram sampel bahan makanan padat berdasarkan tingkat pengencerannya sesuai dengan rumus yang ada.
 
 











E.     DATA DAN ANALISIS DATA
Data Pengamatan
Cawan
Tingkat Pengenceran
Jumlah Koloni
(inkubasi 1x24 jam)
A
10-1
346
B
10-2
95
C
10-3
18
D
10-4
1
E
10-5
0
F
10-6
0

Analisis Data
Praktikum ini menggunakan bahan 10 ml saos batagor yang dibeli di Pasar Jombang gang 1B untuk uji makanan. Pengujian dilakukan dengan mengencerkan 10 ml dengan larutan pepton. Pengenceran dilakukan sampai  6 kali pengenceran. Tingkat pengenceran yang digunakan yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6. Masing-masing tingkat pengenceran dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah diberi label A-F. Tabung reaksi A berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-1, tabung reaksi B berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-2, tabung reaksi C berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-3, tabung reaksi D berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-4, tabung reaksi E berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-5, tabung reaksi F berisi larutan dengan tingkat pengenceran 10-6. Larutan dari masing-masing tingkat pengeneran diambil 0,1 ml kemudian diinokulasi pada cawan petri yang sudah diisi dengan medium yang telah disiapkan dan diberi label. Kemudian diamati koloni bakteri yang tumbuh pada setiap tingkat pengenceran setelah 1x24 jam. 
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada cawan A dengan tingkat pengenceran 10-1 terdapat 346 koloni bakteri, cawan B dengan tingkat pengenceran 10-2 terdapat 95 koloni bakteri, cawan C dengan tingkat pengenceran 10-3 terdapat 18 koloni bakteri, cawan D dengan tingkat pengenceran 10-4 terdapat 1 koloni bakteri, cawan E dan F dengan pengenceran 10-5 dan 10-6 tidak terdapat koloni bakteri. Berdasarkan hasil diatas dilakukan penghitungan ALT dengan rumus :
            Sebelum penghitungan ALT terdapat ketentuan, yaitu cawan yang dipilih untuk penghitungan ialah cawan yang berisi koloni bekteri dengan jumlah antara 30 sampai dengan 300 koloni. Dari ketentuan tersebut penghitungan ALT menggunakan cawan petri B dengan jumlah koloni sebanyak 95. Penghitungan ALT sebagai berikut :
ALT = 95 / 0,01 x 0,1 = 950 atau 9,5x102
            Dibandingkan dengan SK cemaran BPOM, saus tomat dan saus cabe yang bernilai ALT (300C, 72 jam) 1x104 koloni/g, dapat disimpulkan bahwa saus batagor layak dikonsumsi karena memiliki ALT > ALT SK cemaran BPOM, saus tomat dan saus cabe.

F.     PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pada saus batagor yang dibeli di Pasar Jombang gang 1B  Kota Malang, memiliki ALT yang lebih rendah dari batas maksimum ALT BPOM RI untuk produk saus. Saus batagor tersebut memilki ALT (Angka Lempeng Total) 9,5 x102, sedangkan batas maksimum  Angka lempeng total maksimum  yang diizinkan oleh BPOM RI  untuk produk saus tomat, saus cabe dan saus non emulsi lainnya adalah 1x 104 koloni/ g. Berpedoman pada batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan tahun 2009 yang dikeluarkan oleh BPOM RI tersebut maka dapat diketahui bahwa berdasarkan ALT koloni bakterinya saus batagor yang dibeli di Pasar Jombang Kota Malang layak di konsumsi.
Hal tersebut diduga karena beberapa  faktor meliputi kebersihan lingkungan produksi, kebersihan alat produksi dan penyajian saus batagor, kebersihan dan kesegaran bahan baku pembuatan saus batagor  sehingga angka cemaran mikroba dalam saus menjadi kecil. Selain lingkungan yang bersih, nilai ALT yang redah juga disebabkan oleh waktu pengambilan sampel yang dilakukan pada pagi hari sehingga saus batagor tersebut dalam kondisi yang bersih setelah proses pemasakan.
Adapun syarat-syarat tempat pengolahan makanan/dapur yang baik antara lain, seperti: harus tersedia persediaan air yang cukup dan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Syarat kesehatan yang dimaksud diantaranya adalah tempat pengolahan harus selalu bersih, terlindung dari insekta dan binatang pengerat lainnya (Depkes RI, 1991). Menurut Fardiaz (1993), koloni yang tumbuh menunjukkan jumlah seluruh mikroorganisme yang ada di dalam sampel, seperti: bakteri, kapang dan khamir.
Produk pangan merupakan produk yang tidak dapat lepas dari keseharian masyarakat. Pengujian sampel makanan penting untuk dilakukan guna menjaga keamanan produk dengan mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah ditetapkan oleh BPOM RI.  Metode yang digunakan dapat secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian secara kuantitatif (enumerasi) dapat dilakukan dengan penghitungan jumlah mikroba dan interpretasi hasil berupa koloni per gram atau koloni per ml. ALT  (angka lempeng total) merupakan salah satu parameter uji mikrobiologi secara kuantitatif pada makanan untuk mengetahui kelayakan suatu makanan.  
Angka lempeng total menunjukan jumlah koloni bakteri tiap milliliter atau gram suatu sampel makanan pada tingkat pengenceran tertentu. Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, kemudian hasil diiinterpretasi sebagai jumlah koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100 ml (Mansauda dkk,2014). Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM RI,2008). Pada praktikum ini ALT yang dilakukan dengan cara tuang yaitu dengan menuangkan beberapa ml sampel makanan yang telah diencerkan pada beberapa tingkat pengenceran pada medium padat. Analisis ALT menggunakan media Plate Count Agar dengan menanam 0,1 ml sampel yang telah diencerkan ke dalam cawan petri. Perhitungan dilakukan hanya untuk pengenceran dengan jumlah koloni 30 – 300, lalu dirata-rata (Fardiaz, 1993).
ALT  yang ada di bawah batas maksimum suatu sampel makanan   merupakan salah satu syarat suatu makanan layak dikonsumsi ataukah tidak.  Hal tersebut dikarenakan pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia. Jika  jumlah koloni bakteri yang mencemari suatu makanan melebihi jumlah batas maksimum  ALT maka makanan tersebut tidak layak dikonsumsi (BPOM RI, 2008).
Bakteri yang terdapat pada suatu makanan bermacam-macam.  Umumnya bakteri yang dapat menyebabkan keracunan yaitu Salmonella, Shigella, Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio cholerae. Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki (BPOM RI,2008). Banyak faktor yang  mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan dan  penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut.
Kondisi sampel makanan pada pengujian  jumlah cemaran bakteri dalam suatu sampel makanan menggunakan metode hitungan cawan harus diperhatikan sehingga hasil yang didapatkan akurat. perubahan sampel makanan selama proses pengambilan dan pengangkutan ke laboratorium harus dihindari dengan cara sampel makanan yang diterima harus segera diuji begitu tiba di laboratorium. Sampel yang didinginkan dan mudah rusak harus dianalisa paling lambat 36 jam setelah pengambilan sampel. Sampel beku harus disimpan dalam freezer sampai tiba waktunya untuk diuji (BPOM RI,2008).
Sampel makanan  yang tidak mudah rusak seperti makanan kaleng, dapat disimpan pada suhu ruang. Meskipun demikian sampel tidak boleh disimpan terlalu lama karena ada mikroba yang dapat mati selama penyimpanan. Sampel yang akan dikirim ke laboratorium harus diupayakan tidak tercemar dengan bahan atau mikroba lain. Selama dalam pengiriman ke laboratoriu sifat sampel harus dijamin tidak mengalami perubahan sejak sampel diambil, dikemas dan dikirim ke laboratorium.
Meskipun berdasarkan hasil penelitian ALT saus batagor layak dikonsumsi karena ALT lebih rendah dari ALT maksimal untuk produk saus yang dikeluarkan oleh BPPOM, kandungan zat aditif lain seperti pewarna, pengemulsi, pengatur tingkat keasaman, dan penggawet juga harus diperhatikan. Selain kandungan zat aditif juga perlu diperhatikan angka cemaran bakteri tertentu pada saus. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitin lebih lanjut untuk menjamin bahwa saus batagor tersebut layak dikonsumsi.

G.    KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan
1.      ALT (Angka Lempeng Total) saus batagor adalah 9,5x102 koloni/ml. ALT tersebut kurang dari batas maksimum cemaran koloni bakteri dalam pangan yang ditetapkan oleh BPOM RI untuk produk saus tomat, saus cabe dan saus lain non emulsi yaitu dengan ALT(300C, 72 jam)1 x104 koloni/g.
2.      Saus batagor di Pasar Jombang kota Malang layak dikonsumsi.

H.    DISKUSI
1.      Berapa Angka Lempeng Total koloni bakteri dalam tiap gram atau millimeter sampel bahan makanan yang diperiksa (cfu/ g atau cfu /ml)?
Jawab:
Cawan yang dijadikan perhitungan ALT adalah cawan B dengan tingkat pengenceran 10-2 dan jumlah koloni 95. Setelah dihitung diperoleh nilai ALT sebesar 950 tiap millimeter.
Cara perhitungan:
                         ALT = 95 / 0,01 x 0,1 = 950 atau 9,5x102
3.      Bagaimanakah kualitas makanan yang diperiksa bedasarkan Angka Lempeng Total koloni bakteri berdasarkan ketentuan dari DIRJEN Pengawasan Obat dan Makanan?
Jawab:
Berdasarkan SNI-01-3456-1994 menyebutkan bahwa kadar cemaran mikroba yang ditetapkan angka lempengan total maksimal 105 sehingga  saus batagor digolongkan layak dikonsumsi karena memiliki ALT > ALT SK cemaran BPOM.
4.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi bakteri dalam bahan makanan?
Jawab:
Faktor-faktor yang menyebabkan kontaminasi bakteri dalam makanan dibagi menjadi 2yaitu faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsic merupakan penyebab pertumbuhan mikroba yang dikontrol oleh bakteri itu sendiri. Contoh faktor intrinsic tersebut adalah Ph, potensial oksidasi-reduksi, struktur fisik makanan, struktur biologis makanan, ketersediaan oksigen untuk bakteri yang ada, kandungan nutrisi, dan aktivitas air. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berkaitan dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Contoh faktor ekstrinsik adlah temperature, kelembapan udara relatif, kandungan O2 dan CO2 yang ada, serta jenis dan jumlah mikroba yang ada di makanan tersebut



DAFTAR RUJUKAN
Anwar, S. 1985. Sanitasi Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
BPOM RI.2008. InfoPOM: Pengujian Mikrobiologi Pangan. Online. www.infoPOM.go.id. diakses pada 14 Oktober 2014.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan. www.infoPOM.go.id. diakses pada 14 Oktober 2014.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan dan Minuman. Jakarta: Depkes RI Press
Djide Natsir, 2004. Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi.
Makassar: Universitas Hasanuddin
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jutono, J. 1980.  Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Yogyakarta:
Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM.
Mansauda, Karlah L. R., Fatimawali & Kojong Novel .2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform Pada Saus Tomat Jajanan Bakso Tusuk Yang Beredar Di Manado. Pharmacon: Jurnal Ilmiah Farmasi. III(2):37-44. Online ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/.../4300 diakses pada 29 Oktober 2014
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.