Kamis, 05 Maret 2015

KLASIFIKASI MIKROBIA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kehidupan di dunia tidak terlepas dari organisme yang mikro yaitu mikroba. Mikroba terdiri dari berbagai jenis diantaranya adalah bakteri, virus, dan jamur (fungi). Mikroba memiliki ukuran mulai dari µm hingga cm mulai dari berukuran mikro hingga berukuran makro. Mikroba juga memiliki berbagai bentuk yang bermacam-macam. Yang akan dibahas pada makalah ini meliputi struktur morfologi, klasifikasi, serta peranan morfologi mikroba.
Virus merupakan organisme parasit obligat yang tidak dapat hidup diluar tubuh inang. Ukuran virus bervariasi mulai dari yang paling kecil yaitu poliovirus: 30nm sampai yang cukup besar yaitu vaccinia virus : 400nm, hampir seukuran dengan bakteri. Bentuk virus sendiri juga beranekaragam mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks seperti bakteriofag (Hermiyanti, tanpa tahun).
Nama bakteri itu berasal dari kata “Bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya nampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1990).
Fungi merupakan organisme eukariot yang memiliki dinding sel dan pada umumnya tidak motil. Karakteristik ini menyerupai tumbuhan karakteristik tumbuhan. Namun, secara fundamental fungi dapat dibedakan  dari tumbuhan karena fungi tidak memiliki klorofil. Dengan demikian mereka tidak mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organic dari karbondioksida dan air, sehingga disebut organisme heterotrof. Sifat heterotrof ini menyerupai sifat hewan (Kusnadi, 2003).

B.     Tujuan
1.    Mengetahui klasifikasi mikroba (virus, bakteri, jamur)
2.    Mengetahui struktur morfologi (virus, bakteri, jamur)
3.    Mengetahui peranan struktur mikroba (virus, bakteri, jamur)

C.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana mengetahui klasifikasi mikroba (virus, bakteri, jamur)?
2.    Bagaimana mengetahui struktur morfologi (virus, bakteri, jamur)?
3.    Bagaimana mengetahui peranan mikroba (virus, bakteri, jamur)?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Virus
a.    Morfologi dan Struktur Virus
Bentuk virus dan ukuran virus beranekaragam. Menurut Dwidjoseputro (1984), bentuk virus seperti bentuk hablur, ada yang serupa kotak berbidang banyak (poliherdron), ada yang seupa bola dan ada pula yang seupa batang jarum.











Gambar: macam-macam bentuk virus. A. Virus TMV yang berbentuk helikal. B. Adenovirus yang berbentuk polihedral. C. Virus influenza berbentuk sferik. D. Bakteriofag (sumber: mrbscience.wikispaces.com)

Ukuran virus bervariasi dari mulai yang paling kecil yaitu poliovirus: 30nm sampai yang cukup besar yaitu vaccinia virus : 400nm, hampir seukuran dengan bakteri (Hermiyanti, tanpa tahun).
Berikut ini merupakan contoh virus dengan bentuk dan ukurannya dan asam nukleatnya.
Virus
Ukuran
bentuk
Asam-nukleat
Mosaik tembakau
180 x 300
Jarum
ARN
Kerdil tomat
300
Bola
ARN
Poliomyelitis
270
Bola
ARN
Influenza
800
Bola
ARN
Cacar
280 x 220 x 220
Kotak
ADN
Tabel : virus dengan bentuk dan ukuran (Sistrom dalam Dwidjoseputro, 1984)
Virus yang paling sederhana terdiri dari dua komponen dasar, yaitu asam nukleat (single- atau double-strand DNA atau single- atau double-strand RNA) dan selubung protein, yaitu kapsid, yang berfungsi untuk melindungi genome virus dari nuklease-nuklease selama terjadinya proses infeksi ke sel inang (Gelderblom, 1996). Asam nukleat yang dibungkus oleh kapsid disebut nukleokapsid. Kapsid yang lengkap terdiri atas satuan-satuan morfologi yang berulang-ulang yang disebut kapsomer. Kapsomer dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop sebagai struktur protein kecil (Volk dan Wheeler, 1988).
Beberapa jenis virus memiliki penutup tambahan yang disebut envelope (pembungkus). Pembungkus tambahan ini diperoleh pada saat akhir replikasi sewaktu virion menonjol keluar melewati daerah khusus membran sel inang. Pada daerah khusus ini protein sel inang digantikan oleh polipeptida dan glikoprotein yang dikode virus. Glikoprotein biasanya terjadi sebagai duri yang berada di luar pemungkus dan berfungsi untuk menempel pada reseptor sel inang untuk memulai masuknya virion ke dalam sel inang  (Volk dan Wheeler, 1988).








Gambar: struktur virus (sumber: Mims dkk dalam Hermiyanti, tanpa tahun).


b.      Dasar Pengklasifikasian Virus (Morfologi Sitoplasma) dan Contoh Klasifikasi
Berdasarkan bentuk morfologinya, virus dibedakan menjadi:
a.       Bentuk heliks
Virus yang berbentuk helik menyerupai batang panjang yang mungkin kaku/fleksibel, asam nukleat virus ditemukan dalam lubang/rongga. Kapsid virus helik biasanya silindris. Contoh, virus helikal yang berbentuk batang kaku adalah virus mozaik tembakau (Gelderblom, 1996). 





Gambar: skema virus berbentuk heliks (Gelderblom, 1996).
b.      Poliherdral
Virus ini mempunyai beberapa sisi. Kebanyakan kapsidnya berbentuk ikosahedron, yaitu polihedral yang teratur mempunyai 20 permukaan segitiga sama sisi (trianguler) dan 12 sudut. Setiap permukaan kapsomer membentuk segitiga sama sisi. Contoh virus poliheral yang berbentuk ikosahedron yaitu Adenovirus (Genus Mastadenovirus), virus ikosahedron lainnya adalah Poliovirus (Gelderblom, 1996).




Gambar: skema ikosahedral (Gelderblom, 1996).
c.       Virus Bersampul
Seperti yang telah diuraikan di atas, kapsid beberapa virus diselimuti lagi oleh sampul/selubung. Sampul virus berbentuk sperikal kasar. Apabila virus helikal atau polihedral diselimuti oleh sampul, virus tersebut disebut virus helik bersampul. Contohnya, virus influenza (Genus Influenza virus). Contoh virus polihedral bersampul (ikosahedron) adalah virus herpes simplek (Genus Simplex virus).





Gambar: herpes simplex virus yang berbentuk polihedral bersampul (sumber: img.webmd.com)
d.      Virus Komplek
Beberapa virus, sebagian virus bakteri, berstruktur sangat komplek dan disebut virus komplek. Salah satu contoh virus ini adalah bakteriophage. Bakteriophage tertentu seringkali mempunyai kapsid sebagai struktur tambahan yang berbentuk polihedral dan mempunyai lempengan ekor yang berbentuk helik. Kepala mengandung asam nukleat. Contoh lain virus komplek adalah Poxvirus yang tidak berkapsid sebagai pengenal yang jelas, tetapi mempunyai beberapa selubung (coat) disekitar asam nukleat.








Gambar: skema Poxvirus (sumber: www.mcb.uct.ac.za)

Berdasarkan komposisi dan struktur kimianya, virus diklasifikasikan menjadi:
a.       Virus RNA
Virus yang termasuk Virus RNA adalah 70%, dan strukturnya sangat bervariasi. RNA dapat beruntai tunggal (ss) atau ganda (ds). Untai RNA beruntai tungal dapat berupa plus strand atau negative strand (Gelderblom, 1996).
b.      Virus DNA
Kebanyakan virus DNA memiliki satu genom beupa dsDNA linear (Gelderblom, 1996).




















Gambar: macam-macam bentuk virus DNA atau virus RNA (Sumber: Gelderblom, 1996)

Klasifikasi virus berdasarkan inang yang diinfeksi adalah sebagai berikut.
a.       Virus bakteri (bakteriofage)
Virus ini biasanya menginfeksi bakteri seperti Escherichia coli dan Salmonella thphii. Hanya sedikit dari virus bakteri yang memiliki membran. Kebanyakan virus bakteri memiliki struktur yang kompleks dengan struktur kepala dan ekor yang kompleks. Fungsi dari ekor pada virus ini adalah memasukkan asam nukleat ke dalam sel inang (Kusnadi, dkk, 2003).
b.      Virus hewan
Virus ini dapat berupa virus DNA atau RNA. Kebanyakn virus ini memiliki membran. Membran virus ini berasal dari membran sel yang diinfeksi oleh virus tersebut. Retrovirus merupakan kelompok unik dari virus hewan karena memiliki cara reoroduksi yang tidak biasa dan dapat menyebabkan penyakit serius seperti AIDS (Acquire Immune Deficiency Syndrome) (Kusnadi, dkk, 2003).
c.       Virus Tanaman
Beberapa penyakit tanaman disebabkan oleh viroid, potongan RNA telanjang yang hanya terdiri dari 300—400 nukleotida tanpa mantel protein. Nukleotida-nukleotida tersebut berpasangan di dalam sel tanaman sehingga struktur molekulnya tertutup, melipat-lipat, dan membentuk struktur tiga dimensi. Dengan struktur demikian, viroid sukar untuk dikenali sehingga tidak dapat dihancurkan oleh enzim selular. RNA tidak mengkode protein. Infeksi viroid pernah terjadi pada tanaman kentang di USA dan menyebabkan kerugian jutaan dolar (Kusnadi, dkk, 2003).































Tabel: Virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dengan sifat fisik dan morfologinya (Sumber: Gelderblom, 1996).

B.     Bakteri
a.      Struktur dan Morfologi Seluler Bakteri
Menurut Pelczar (1986), Satuan ukuran yang digunakan dalam mengukur bakteri adalah µm yang setara dengan 1/1000 mm. ukuran rata-rata bakteri adalah sekitar 0,5 - 1,0 × 2,0 – 5,0 µm.
Sel-sel individu bakteri dapat berbentuk seperti elips, bola, silindris atau spiral. Sel bakteri yang berbentuk seperti bola atau elips disebut kokus. Sel bakteri yang berbentuk batang dinamakan basilus (Pelczar, 1986). Bentuk sel kokus terdapat sebagai sel bulat tunggal, berpasangan (diplokokkus), berantai (streptokokkus), atau tergantung bidang pembelahan, dalam empat atau dalam kelompok seperti buah anggur (stafilokokkus). Bentuk sel serupa batang biasanya bervariasi, memiliki panjang mulai dari batang pendek sampai batang panjang yang melebihi beberapa kali diameternya. Ujung sel bakteri serupa batang dapat berupa lingkaran halus, seperti pada bakteri enterik Salmonella typhosa, atau berbentuk kotak seperti pada Bacillus anthracis.
Menurut Kusnadi, dkk (2003), Bentuk batang serupa benang panjang yang tidak dapat dipisahkan menjadi sel tunggal disebut sebagai filamen. Bentuk batang fusiform, meruncing pada kedua ujungnya ditemukan pada beberapa bakteri rongga mulut dan lambung. Bakteri batang melengkung bervariasi mulai dari yang kecil, bentuk koma, atau sedikit uliran dengan suatu lengkungan tunggal, seperti Vibrio cholerae, sampai bentuk spiroket panjang, seperti Borrelia, Treponema dan Leptospira, yang memiliki banyak uliran.
b.      Struktur Sel Bakteri
Kusnadi, dkk (2003) menyatkan, sebagian besar sel bakteri memiliki lapisan pembungkus sel, berupa membran plasma, dinding sel yang mengandung protein dan polisakarida. Sejumlah bakteri dapat membentuk kapsul dan lendir, juga flagela dan pili. Dinding selnya merupakan struktur yang kaku berfungsi membungkus dan melindungi protoplasma dari kerusakan akibat faktor fisik dan menjada pengaruh lingkungan luar seperti kondisi tekanan osmotik yang rendah. Protoplasma terdiri dari membran sitoplasma beserta komponen-komponen seluler yang ada di dalamnya. Beberapa jenis bakteri dapat membentuk endospore sebagai pertahanan dikala lingkungan tidak sesuai untuk pertumbuhannya.
1.      Flagela dan Filamen Axial
 Flagela merupakan filamen protein uliran (helical) dengan panjang dan diameter yang sama, dimiliki oleh beberapa bakteri patogen untuk bergerak bebas dan cepat (pergerakan berenang). Flagela disusun oleh tiga bagian: filamen, hook (sudut), dan basal body (bagian dasar). Berdsarkan jumlah dan lokasi pelekatan flagela, tipe flagela pada sel bakteri menampakkan bentuk yang khas (Kusnadi, dkk, 2003).
Jumlah flagela setiap jenis bakteri berbeda mulai dari sejumlah kecil pada Escherichia coli sampai beberapa ratus per sel, seperti pada Proteus. Fungsi utama flagela pada bakteri adalah sebagai alat untuk pergerakan. Flagela bukan merupakan alat untuk pertahanan hidup. Pada beberapa kelompok bakteri spiroket seperti Treponema, Leptospira, dan Borrelia, bergerak dengan suatu gelombang uliran berjalan, suatu tipe gerakan sel untuk menembus medium kental. Bakteri tersebut memiliki filamen axial yang serupa flagela yang melilit mengelilingi sel. Filamen tersebut terdapat dalam daerah periplasma di antara membran luar dan membran dalam sel. Treponema microdentium membentuk dua filamen dalam setaip selnya, T. reiteri membentuk enam sampai delapan, dan beberapa spesies membentuk lebih banyak filament (Kusnadi, dkk, 2003).
2.      Mikrofibril: Fimbria dan Pili Seks
Fimbria, disebut jua pili dapat diamati dengan mikroskop elektron pada permukaan beberapa jenis sel bakteri. Fimbria merupakan mikrofibril serupa rambut berukuran 0,004 – 0,008 mm. Fimbria lebih lurus, lebih tipis dan lebih pendek dibandingkan dengan flagela. Struktur fimbria serupa dengan flagela, disusun oleh gabungan monomer, membentuk rantai yang berasal dari membran plasma. Sel berfimbria melekat kepada ruang antar sel, permukaan hidrofobik, dan reseptor spesifik (Kusnadi, dkk, 2003).
Fungsi fimbria dianggap membantu bakteri untuk bertahan hidup dan berinteraksi dengan inang. Fungsi fimbria, di antara komponen permukaan sel bakteri yang lainnya, dapat dianggap memiliki aktivitas fungsional seperti adhesin, lektin, evasin, agresin, dan pili seks. Pada bakteri patogen yang menyebabkan infeksi, fimbria dan komponen permukaan lainnya dapat berperan sebagai factor pelekat spesifik, yang disebut adhesion (Kusnadi, dkk, 2003).
3.      Selubung Sel
Selubung sel bakteri terdiri dari membran plasma, dinding sel serta protein khusus atau polisakarida dan beberapa bahan pelekat luar. Komponen selubung sel sebagai lapisan pelindung yang tersusun atas beberapa lapis sel yang umum terdapat pada sel bakteri, tersusun dari 20% atau lebih dari berat kering sel. Selubung sel bakteri mengandung daerah transpor untuk nutrisi dan daerah reseptor untuk virus bakteri dan bakteriosin, mempermudah interaksi inang-parasit, disamping itu sebagai tempat reaksi komplemen dan antibodi, dan sering mengandung komponen toksik untuk inang (Kusnadi, dkk, 2003).
4.      Kapsul
Virulensi patogen sering berhubungan dengan produksi kapsul. Strain virulen Pneumococcus menghasilkan polimer kapsuler yang melindungi bakteri dari fagositosis. Hilangnya kemampuan untuk membentuk kapsul melalui mutasi berhubungan dengan kehilangan virulensi dan kerusakan oleh fagosit tapi tidak mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri. Bentuk kapsul yang kental yang cenderung melekat kepada sel, sedangkan lendir dan polimer ekstraseluler lebih mudah tercuci. Kapsul lebih mudah dilihat dengan pewarnaan negatif. Di bawah mikroskop, dalam campuran tinta India kapsul kelihatan lebih terang mengelilingi sel. Kapsul juga dapat diwarnai secara khusus. Sel bakteri yang tidak membentuk kapsul dan secara serologi dapat bereaksi dengan serum antikapsul, dikatakan menghasilkan mikrokapsul (Kusnadi, dkk, 2003).
5.      Dinding Sel
Dinding sel, ditemukan pada semua bakteri hidup bebas kecuali pada Mycoplasma. Dinding sel berfungsi melindungi kerusakan sel dari lingkungan bertekanan osmotik rendah dan memelihara bentuk sel. Komponen kaku dinding sel eubakteria patogen adalah suatu makromolekul raksasa berbentuk kantung tunggal atau sakulus, disusun oleh jaringan hubunganlintas peptidoglikan (murein) (Kusnadi, dkk, 2003).
6.      Protoplas dan Sferoplas
Bakteri biasanya lisis dalam air atau serum, ketika lapisan peptidoglikan dinding sel yang kaku dilarutkan oleh lisozim atau zat lain. Walaupun demikian, jika distabilkan oleh larutan sukrosa atau garam hipertonik (0,2 – 0,5 M, tergantung pada organisme), akan dilepaskan suatu bagian yang berbentuk bola dan sensitif secara osmotik, yang disebut protoplas. Komponen pembungkus yang tetap ada pada bagian yang sensitif tersebut, dinamakan sferoplas. Pada saat komponen membran luar terbentuk , bakteri gram-positif umumnya membentuk protoplas, sedangkan bakteri gram-negatif menghasilkan sferoplas. Sferoplas juga dihasilkan dalam pertumbuhan pada lingkungan hipertonik dengan adanya penghambat sintesis dinding sel, seperti penisilin (Kusnadi, dkk, 2003).
7.      Periplasma      
Periplasma, merupakan komponen yang terdapat di antara membran dalam dan membran luar dari membran sel bakteri. Periplasma dapat diamati pada bakteri Gram-negatif, tapi pada bakteri Gram-positif tidak semua atau hanya sedikit/sulit diamati. Daerah periplasma bakteri Gram-negatif bervariasi karena kondisi pertumbuhan di antara masing-masing individu bakteri. Gel yang sangat kental dan jumlahnya dapat sangat besar dalam struktur. Gel mengelilingi dan diselingi dengan peptidoglikan berpori. Gel periplasma mengandung oligosakarida yang dihasilkan oleh membran yang terdapat dalam ukuran kebalikan dari osmolaritas medium pertumbuhan, berbagai enzim hidrolitik seperti fosfatase, nuklease, ( b-laktamase yang dikendalikan plasmid (penisilinase), dan protein yang secara spesifik mengikat gula, bahan-bahan transpor, asam amino, dan ion anorganik. Substansi tersebut dapat dilepaskan dari sel melalui “shock” osmotik, sebagai contoh, dengan pengenceran secara cepat suspensi sel hipertonik (0,5 M sukrosa), sesudah pemberian EDTA (Kusnadi, dkk, 2003).
8.      Membran Plasma
Membran plasma merupakan pembungkus sel yang terletak di bagian dalam dari lapisan dinding sel yang kaku dan berhubungan dekat dengan membrane sitoplasma yang lembut, bersifat sangat penting untuk sel (Kusnadi, dkk, 2003).
 Komponen membran plasma teridiri dari sekitar 30% atau lebih dari berat sel. Membran mengandung 60-70% protein, 30-40% lipid, dan sejumlah kecil karbohidrat. Fosfatidiletanolamin (75%), fosfatidilgleserol (20%), dan glikolipid sebagai unsur utama. Umumnya tidak terdapat kolin, sfingolipid, asam lemak poliunsaturated (tak-jenuh), inositida, dan steroid. Glikolipid termasuk diglikosildigliserida terutama ditemukan pada membran bakteri garam-positif, yang juga mengandung asam lipoteikoat (Kusnadi, dkk, 2003).
Aktivitas berbagai enzim dihubungkan dengan protein membran. Termasuk sitokrom bakteri penghasil-energi dan sistem fosforilasi oksidatif, sistem permeabilitas membran, dan berbagai sistem pensintesis-polimer. Suatu ATPase sudah diisolasi dari struktur membran mirip-tombol serupa dengan yang ditemukan dalam mitokondria eukariot (Kusnadi, dkk, 2003).
Lebih dari 90% ribosom dapat diisolasi sebagai suatu kumpulan DNA-poliribosom-membran. Pada bakteri Gram-positif terdapat struktur pelipatan membran plasma ke bagian dalam yang disebut mesosom. Mesosom biasanya terlihat sebagai kantung sitoplasma penghubung-membran yang terdiri dari lamela (lembaran), tubuler (bentuk tabung) atau struktur vesikuler (kantung); semuanya sering dihubungkan dengan septa pembelahan sel. Penempelan mesosom kepada kromatin DNA dan membran, dapat dilihat pada irisan tipis di bawah mikroskop electron (Kusnadi, dkk, 2003).
Dasar-dasar Klasifikasi Bakteri
Menurut Kusnadi, dkk (2003), berdasarkan struktur dinding sel, bakteri dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
a.    Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang
b.    Bakteri Gram negative, yaitu bakteri yang
Kusnadi, dkk (2003) menyatakan bahwa berdasarkan dinding selnya, bakteri dikelompokkan menjadi:
1.     Eubakteria Gram-negatif Yang Memiliki Dinding Sel
Kelompok ini merupakan prokariot yang memiliki suatu profil dinding sel kompleks yang terdiri dari satu membran luar dan satu membrane dalam, lapisan peptidoglikan yang tipis (yang mengandung asam muramat yang terdapat pada semua peptidoglikan tapi sejumlah organisme tidak memiliki bagian ini pada dinding selnya). Kelompok ini biasanya bersifat Gram-negatif.
2.    Eubakteria Gram-positif yang Memiliki Dinding Sel
Kelompok ini merupakan prokariot dengan profil dinding sel tipe Grampositif (lapisan peptidoglikan yang tebal) ; umumnya berreaksi terhadap pewarnaan Gram, tetapi tidak selalu positif. Sel berbentuk bola, batang, atau filamen; batang dan filamen mungkin tidak bercabang, tetapi beberapa memperlihatkan adanya percabangan.
Kelompok ini umumnya tidak berfotosintesis, melakukan kemosisntesis, heterotrof dan termasuk aerobik, anaerobik, fakultatif anaerobik, dan spesies mikroaerofilik. 
3.    Eubakteria Tanpa Dinding Sel
Kelompok ini merupakan prokariot yang tidak memiliki dinding sel (biasa disebut Mycoplasma dan termasuk kelas Mollicutes) dan tidak mensintesis bahan baku (prekursor) peptidoglikan. Sel dilindungi oleh suatu unit membran, membrane plasma. Sel bakteri ini bersifat pleomorfik. Bentuk filamen biasa ditemukan dengan penonjolan-penonjolan percabangan. Berdasarkan letak dan jumlah flagella, bakteri dibedakan menjadi:
a)      Bakteri tipe monotrik: yaitu bakteri yang memiliki satu flagela pada bagian salah satu ujung sel.
b)      Bakteri tipe lofotrik, yaitu bakteri yang tersusun atas banyak flagela yang letaknya pada satu ujung sel.
c)      Bakteri tipe amfitrik, yaitu apabila letak flagella pada kedua ujung sel dinamakan tipe amfitrik.
d)     Bakteri tipe peritrik, yaitu bakteri yang memiliki flagela yang tersebar pada seluruh permukaan sel, yang disebut peritrik (Kusnadi, 2003).
c.    Archaebakteria
Archaebakteria merupakan mikroba utama dalam lingkungan terrestrial dan akuatik, hidup dalam lingkungan anaerobik, dalam kadar garam tinggi, atau air panas, dan dalam lingkungan yang terkena panas bumi; serta beberapa terdapat sebagai simbion saluran pencernaan hewan. Kelompok yang termasuk aerob, anaerob, dan fakultatif aerob yang tumbuh secara kemolitoautotrofik, organotrofik. Archaebakteria dapat bersifat mesofil atau termofil, bahkan beberapa spesies dapat tumbuh pada suhu di atas 100 derajat.

C.    Jamur (Fungi)
a.         Karakteristik Umum Fungi
Fungi merupakan organisme eukariot yang memiliki dinding sel dan pada umumnya tidak motil. Karakteristik ini menyerupai tumbuhan karakteristik tumbuhan. Namun, secara fundamental fungi dapat dibedakan  dari tumbuhan karena fungi tidak memiliki klorofil. Dengan demikian mereka tidak mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organic dari karbondioksida dan air, sehingga disebut organisme heterotrof. Sifat heterotrof ini menyerupai sifat hewan (Kusnadi, 2003).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fungi merupakan organisme heterotrof sehinggga memerlukan bahan organic dari luar untuk memenuhi kebutuhan  nutrisinya. Sebagai organisme saprofit fungi hidup dari benda-benda atau bahan-bahan organic mati. Saprofit menghancurkan sisa-sisa bahan tumbuhan dan hewan yang kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisme saprofit (fungi) dapat mempertahankan berlangsungnya siklus materi terutama siklus karbon, yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme (Kusnadi, 2003).
Fungi saprofit juga penting dalam industri fermentasi misalnya dalam pembuatan bir, anggur, sider, produksi antibiotic, peragian roti, keju, maupun makanan fermentasi lainnya. Jadi sebagai saprofit, merekan dapat sangat menguntungkan dan merugikan jika fungi melapukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain yang berguna (Kusnadi, 2003).
Fungi parasit menyerap bahan organic dari organisme yang masih hidup yang disebut inang. Fungi ini dapat bersifat parasit obligat maupun parasit fakultatif. Selanjutnya hidup pada inang yang mati sebagai saprofit. Fungi parasit dapat menyerang tumbuhan, hewan, maupun manusia. Banyak fungi parasit bersifat patogen dan juga dapat bersifat saprofit. Fungi seperti ini menunjukkan dimorfisme atau mempunyai dua bentuk/dua sifat hidup  (Kusnadi, 2003).
Fungi saprofit maupun fungi parasit dapat bertahan hidup dengan mensekresikan enzim dari dalam tubuhnya untuk menguraikan/mendegradasi berbagai macam materi organic dari substratnya menjadi nutrisi sederhana yang terlarut. Nutrisi yang telah terlarut akan diserap oleh selnya baik secara pasif maupun dengan transport aktif. Selain bersifat saprofit dan parasit, fungi juga dapat bersifat sebagai simbion. Yaitu bersimbiosis dengan organisme lain (Kusnadi, 2003).
Tempat hidup atau habitat dari fungi sangat beragam. Fungi dapat hidup di perairan terutama perairan tawar dan sebagian kecil di laut. Tetapi, sebagian besar fungi hidup pada habitat terrestrial baik pada tanah maupun pada materi organic yang telah mati. Fungi ini berperan sangat penting dalam proses mineralisasi karbon organic di alam untuk kepentingan semua organisme (Kusnadi, 2003).

b.        Morfologi Fungi
Fungi merupakan organisme eukariot, memiliki satu nucleus atau satu inti dengan membrane intinya, retikulum endoplasma, dan mitikondria. Hampir semua sel fungi mempunyai dinding sel kaku yang mengandung kitin dan selulosa. Pada beberapa spesies mempunyai flagella sehingga dapat bersifat motil. Tubuh fungi dapat uniseluler atau multiseluler. Kebanyakan selnya memiliki inti lebih dari satu atau multinukleat. Tubuh fungi disebut thalus (Kusnadi, 2003).
1.        Bentuk pertumbuhan
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, secara sederhana fungi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu fungi uniseluler yang disebut ragi/khamir/”yeast” dan fungi multiseluler yaitu kapang atau “moulds”. Tetapi para ahli lain sering juga mengelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu kelompok ragi, kapang, dan cendawan atau “mushroom”.
a)        Khamir (yeast)
Khamir merupakan fungi uniseluler dan kebanyakan dari khamir termasuk dalam divisio Ascomycotina. Sel khamir dapat berbentuk bola, oval atau silindris dengan ukuran diameter bervariasi antara 3-5 µm. sel khamir sangat bervariasi baik dalam hal bentuk dan ukuran. Hal ini tergantung dari umur dan lingkungannya. Khamir tidak dilengkapi flagel atau organ-organ penggerak lainnya. Sel khamir jauh lebih besar dari bakteri dan dapat dibedakan dari sel bakteri selain karena perbedaan ukuran juga dari keberadaan struktur-struktur internalnya. Contoh khamir yang paling popular adalah dari genus Saccharomyces.
b)   Kapang (moulds)
       Kapang atau moulds merupakan fungi multiseluler berbentuk koloni dari filament atau benang. Koloni tersebut dibangun oleh suatu struktur dasar berupa tubulus berbentuk silinder yang bercabang-cabang dengan diameter bervariasi antara 2-10 µm dan disebut hifa.
2.        Struktur subseluler
 Secara umum sel fungi terdiri dari dinding sel, membrane sel dan sitoplasma yang mengandung retikulum endoplasma, nucleus, nucleolus, vakuola penyimpan, mitokondria, dan organel-organel lain.

c.         Klasifikasi Fungi
Taksonomi fungi merupakan bidang kajian yang dinamis dan terus menerus mengalami revisi. Seringkali para ahli mempunyai perbedaan dalam mengelompokkan fungi dan menentukan takson dari suatu kelompok fungi. Misalnya dalam suatu buku disebutkan bahwa Ascomycotina merupakan suatu division ternyata dalam buku lain termasuk dalam takson subdivision. Meskipun demikian pada umunya klasifikasi fungi didasarkan pada ciri-ciri seksual yang dihasilkan dan adanya macam-macam tubuh buah yang dihasilkan selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya (Kusnadi, 2003).
Fungi yang telah diketahui tingkat reproduksi seksualnya disebut fungi sempurna atau perfek sedangkan fungi yang belum diketahui tingkat reproduksi seksualnya disebut fungi imperfek. Karena belum diketahui tingkat reproduksi seksualnya, maka perlu digunakan ciri-ciri lain diluar tingkat seksual untuk mengklasifikasikannya. Ciri yang dapat digunakan mencakup morfologi spora aseksual dan miseliumnya (Kusnadi, 2003).
Selama belum diketahui tingkat seksualnya, fungi dikelompokkan dalam suatu kelompok khusus yaitu divisio Deuteromycotina atau fungi imperfekti. Setelah diketahui tingkat seksualnya, mereka dapat dimasukkan dalam divisio tertentu sesuai dengan spora yang dihasilkannya. 4 divisi fungi perfek yaitu Oomycotina, Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina serta divisi Deuteromycotina atau fungi imperfektii (Kusnadi, 2003).
d.        Peran Menguntungkan dan Merugikan dari Fungi
1.        Peran Menguntungkan
Fungi sebagai saprofit bersama-sama dengan bakteri saprofit berperan dalam siklus materi terutama siklus karbon yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme. Disamping itu sebagai dekomposer, menguraikan sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan, dan bahan-bahan organic lainnya kemudian hasil penguraiannya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah.
                  Industri tertua adalah industri bir. Dalam industri ini fungi yang berperan adalah Saccharomyces cerevisae atau Sacchraromyces carlsbergenesis. Industri fermentasi lainnya adalah industri minuman anggur, yaitu hasil fermentasi anggur oleh ragi dan minuman lain seperti sider (dibuat dari apel dan buah-buah lainnya) dan minuman khas jepang “sake” yang dibuat dari fermentasi beras.
Alkohol juga dapat dihasilkan dari fermentasi molase oleh ragi. Industri fermentasi penting adalah industri roti. Dalam industri ini ragi Saccharomyces cerevisae juga digunakan sebagai organisme fermentator. Dalam proses pembuatan rot, ragi menghasilkan karbondioksida yang merupakan agen pengembang roti. Bersamaan dengan dihasilkannya karbondioksida, dihasilkan pula alkohol yang akan menguap selama proses pembakaran.
Industri pengolahan keju juga biasanya mengandalkan kombinasi aktivitas bakteri dan fungi. Beberapa keju terkenal dibuat dengan menggunakan spesies fungi penicillium. Misalnya: keju requefort dibuat dari hasil fermentasi fungi P. roquefortii dan keju camembert dibuat dari hasil fermentasi P. camemberti.
Fungi juga berperan dalam industri antibiotik, antibiotik pertama ditemukan oleh Alexander Fleming tahun 1929 yaitu penisilin. Antibiotik ini dihasilkan oleh fungi Penicillium notatum. Kemudian ditemukan spesies yang ternyata lebih aktif dalam menghasilkan penisilin yaitu P. chrysogenum. Griseovulvin adalah antibiotik lain yang dihasilkan dari genus Penicillium yaitu P. griseofulvum. Senyawa ini merupakan suatu antifungi dan khususnya efektif untuk melawan penyakit kaki atlit. Antibiotik lain yang dihasilkan fungi adalah fumagilin yaitu suatu tipe antibiotik yang dihasilkan dari fungi Asergillus fumigates. Antibiotik ini sering digunakan untuk melawan penyakit yang disebabkan amoeba.
Protein Sel Tunggal (PST) akhir-akhir ini mulai dapat diproduksi dari mikroorganisme. Salah satu mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan protein sel tunggal yaitu fungi. Sebagai contoh kultur Candida ada hidrokarbon dari minyak bumi yang dihasilkan oleh perusahaan minyak British petroleum di Grangenmouth Scotlandia tahun 1971, telah dapat menghasilkan 4000 ton konsentrat protein per tahun. Sumber protein ini digunakan sebagai makanan ternak.                 
2.         Peran Merugikan
Kerugian yang diakibatkan oleh fungi diantaranya fungi dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas makanan maupun bahan-bahan lain yang penting bagi manusia. Sifat fungi sebagai saprofit (mampu mendekomposisi materi organik) fungi sering menimbulkan masalah bagi manusia. Makanan seperti biji-bijian dan dan buah-buahan sering diserang oleh pertumbuhan fungi yang tidak dikehendaki yang mengakibatkan pembusukan maupun kerusakan lain, sehingga menurunkan kualitas maupun kuantitas dari bahan-bahan tersebut. Disarmping itu fungi juga menyerang bahan-bahan lain yang bernilai ekonomi seperti kulit, kayu, tekstil, dan bahan-bahan baku pabrik lainnya.
Fungi juga dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit. Fungi pada umunya lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan daripada hewan atau manusia. Penyakit yang ditimbulkan fungi pada tumbuhan seringkali secara langsung sangat merugikan manusia karena menyerang tumbuh-tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti kentang, lada, coklat, cengkeh, tembakau, dll.
Sebagai agen penyebab penyakit pada hewan dan manusia, fungi dapat menyebabkan penyakit mulai dari penyakit ringan seperti panu sampai penyakit berat yang menyebabkan kematian. Disamping itu, racun yang dihasilkan beberapa fungi seperti Amanita phalloides, A. muscaria maupun Aspergillus flavus (menghasilkan aflatoksin), dapat sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit kanker dan bahkan kematian.     



BAB III
PENUTUP

Bentuk virus dan ukuran virus beranekaragam. Bentuk virus seperti bentuk hablur, ada yang serupa kotak berbidang banyak (poliherdron), ada yang seupa bola dan ada pula yang seupa batang jarum. Virus yang paling sederhana terdiri dari dua komponen dasar, yaitu asam nukleat (single- atau double-strand DNA atau single- atau double-strand RNA) dan selubung protein, yaitu kapsid, yang berfungsi untuk melindungi genome virus dari nuklease-nuklease selama terjadinya proses infeksi ke sel inang.
Fungi merupakan organisme eukariot yang memiliki dinding sel dan pada umumnya tidak motil. Setelah diketahui tingkat seksualnya, mereka dapat dimasukkan dalam divisio tertentu sesuai dengan spora yang dihasilkannya. 4 divisi fungi perfek yaitu Oomycotina, Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina serta divisi Deuteromycotina atau fungi imperfektii. Fungi memiliki peran menguntungkan dan peran merugikan bagi tumbuhan, hewan, dan manusia.


DAFTAR RUJUKAN
Dwidjoseputro. 1984. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputro. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Gelderborm, Hans R. 1996. Medical Microbiology, 4th edition (Samuel Baron, Ed.).  Texas: University of Texas Medical Branch Galveston.
Kusnadi., Peristiwati., Syulasmi, Ami., Purwianingsi, Widi., Rochitaniawati, Diana. 2003. Mikrobiologi. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Pelczar, Michael J., E.C.S Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Volk, Wesley A., dan Wheeler, Margaret F. 1988. Mikrobiologi Dasar (Alih Bahasa Markham). Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar