Kamis, 05 Maret 2015

PATOGENESIS

PATOGENESIS





MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi
Yang Dibina oleh Bapak H. M. Noviar Dakurni, M.Kes





Oleh kelompok 8/offering G
Amelia Tridiptasari
120342422499
Pramseti Dwi Rhumana
1203424224


Description: um polos.jpg




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Bakteri merupakan salah satu makhluk hidup yang jumlahnya banyak disekitar kita. Bakteri pun berada di mana-mana. Di tempat yang paling dekat dengan kita pun juga terdapat bakteri contohnya saja tas, buku, pakaian, dan banyak hal lainnya. Maka dari itu bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup sering terjadi. Karena banyaknya manusia yang mengabaikan penyakit tersebut karena terkadang gejala awal yang diberikan ada gelaja awal yang biasa saja. Maka dari itu alangkah baiknya jika kita masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara bakteri itu menginfeksi dan gejala-gejala apa yang akan dberikannya.
Banyaknya manusia yang mulai tidak begitu peduli dengan gejala awal terjangkitnya bakteri salah satunya adalah pada saluran pencernaan. Saluran pencernaan adalah saluran yang sangat berperan dalam tubuh. Jika saluran pencernaan terganggu akan cukup mengganggu aktivitas tubuh saat itu. Tapi banyak masyarakat yang tidak peduli dengan penyakit yang ditimbulkan. Misalnya saja penyakit yang dapat ditimbulkan oleh bakteri ada diare, gejala awalnya ada kondisi perut yang tidak enak gejala awalnya cukup biasa tetapi jika terlalu didiamkan akan membuat kondisi itu menjadi akut dan fatal. Maka dari itu, bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup banyak pada saat ini.
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organism atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga menimbulkan penyakit

1.2       Tujuan
1.         Mengetahui pengertian pathogenesis
2.         Mengetahui virus pathogen atau virulen
3.         Mengetahui pertahanan yang terdapat pada permukaan sel inang
4.         Mengetahui pertahanan yang terdapat pada bagian dalam sel inang.


BAB II
ISI
Pengertian pathogenesis
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organisme atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Menurut Kusnadi (2003), suatu mikroorganisme yang membuat kerusakan atau kerugian terhadap tubuh inang disebut pathogen sedangkan kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit disebut pathogenesis. Menurut Uderwood (1999), patogenesis adalah suatu ekanisme bagaimana suatu penyebab penyakit bekerja sehingga menghasilkan tanda dan gejala klinis. Patogen adalah agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya. Sebutan lain dari patogen adalah mikroorganisme parasit. Umumnya istilah ini diberikan untuk agen yang mengacaukan fisiologi normal hewan atau tumbuhan multiseluler (Warren, 2008). Patogenesitas adalah kemampuan pathogen menyebabkan penyakit (Agrios, 1996).
Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini bakteri dikelompokkan menjadi tiga, yaitu agen penyebab bakteri, pathogen oportunistik, dan non pathogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri pathogen yang menyebabkan suatu penyakit ( Salmonella sp. ). Pathogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai pathogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah ( contohE. coli ) menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan ( diperlemah ). Non pathogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi pathogen. Namun bakteri non pathogen dapat menjadi pathogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens  yang semula non pathogen, berubah menjadi pathogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi. Pathogen oportunistik biasanya adalah flora normal ( manusia ) dan menyebabkan penyakit bila menyerang bagian yang tidak terlindungi, biasanya terjadi pada orang yang kondisinya tidak sehat. Pathogen virulen ( lebih berbahaya ), dapat menimbulkan penyakit pada tubuh kondisi sehat ataupun normal.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga menimbulkan penyakit.
VIRULENSI MIKROORGANISME
Mikroorganisme pathogen memiliki faktor virulensi yang dapat meningkatkan patogenisitasnya dan memungkinkannya berkolonisasi atau menginvasi jaringan inang dan merusak fungsi normal tubuh. Virulensi menggambarkan kemampuan untuk menimbulkan penyakit. Virulensi merupakan ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan factor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi. Virulensi mikroorganisme atau potensi toksin mikroorganisme sering diekspresikan sebagai LD50 (Lethal dose50), yaitu dosis letal untuk 50% inang, dimana jumlah mikroorganisme pada suatu dosis dapat membunuh 50% hewan uji disebut ID50 ( Infectious dose 50 ), yaitu dosis infeksius bagi 50% inang.
Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam tubuh adalah akibat dari berfungsinya faktor virulensi mikroorganisme, dosis ( jumlah ) mikroorganisme, dan faktor resistensi tubuh inang. Mikroorganisme pathogen memperoleh akses memasuki tubuh inang melalui perlekatan pada permukaan mukosa inang. Perlekatan ini terjadi antara molekul permukaan pathogen yang disebut adhesion atau ligan yang terikat secara spesifik pada permukaan reseptor komplementer pada sel inang. Adhesion berlokasi pada glikogaliks mikroorganisme atau pada struktur permukaan mikroorganisme yang lain seperti pada fimbria. Bahan glikogaliks yang membentuk kapsul mengelilingi dinding sel bakteri merupakan properti yang meningkatkan virulensi bakteri. Kandungan kimiawi pada kapsul mencegah proses fogositosis oleh sel inang. Virulensi mikroorganisme juga disebabkan oleh produksi enzim ekstraseluler (eksoenzim ).
JALAN MASUK MIKROORGANISME KE TUBUH INANG
Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya melalui membran mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak bakteri dan virus memiliki akses memasuki tubuh inang melalui membran mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran genitourinari, konjungtiva, serta membran penting yang menutupi bola mata dan kelopak mata.
Saluran pernapasan
Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius. Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu. Penyakit yang muncul umumnya adalah pneumonia, campak, tuberculosis, dan cacar air.
Saluran pencernaan
            Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan makanan atau minuman dan melalui jari – jari tangan yang terkontaminasi mikroorganisme pathogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida        ( HCL ) dan enzim – enzim di lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menimbukan penyakit. Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera. Patogen ini selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya melalui air, makanan, atau jari – jari tangan yang terkontaminasi.


Kulit
            Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak mengalami perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit, folikel rambut, maupun kantung kelenjar keringat. Mikroorganisme lain memasuki tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah kulit atau melalui penetrasi atau perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut rute parenteral. Suntikan, gigitan, potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka rute infeksi parenteral.
.
MEKANISME PATOGENISITAS
            Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat komensal. Permukaan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada factor – factor biologis seperti suhu, kelembaban dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zat-zat penghambat. Bakteri yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai peran penting dalam mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Beberapa anggota bakteri tetap di saluran pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan berbagai zat makanan.
Bakteri yang menetap di selaput lendir ( mukosa ) dan kulit dapat mencegah kolonialisasi oleh bakteri pathogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri. Mekanisme gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau temoat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk zat makanan, penghambat oleh produk metabolic atau racun, penghambat oleh zat antibiotik atau bakteriosin ( bacteriocins ).
Supresi bakteri normal akan menimbulkan tempat kosong yang cenderung akan di tempati oleh mikroorganisme dari lingkungan atau tempat lain pada tubuh. Beberapa bakteri bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen. Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenic dilepaskan oleh bakteri adalah penting untuk perkembangan system kekebalan tubuh normal (Waluyo, 2005)
Sebaliknya, bakteri normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu. Berbagai organisme ini tidak bisa tembus ( non – invansive ) karena hambatan-hambatan yang diperankan oleh lingkungan. Jika hambatan dari lingkungan dihilangkan dan masuk kedalam aliran darah atau jaringan, organisme ini mungkin menjadi pathogen. Streptococcus viridians, bakteri yang tersering ditemukan di saluran nafas atas, bila masuk ke aliran darah setelah ekstraksi gigi atau tonsilektomi dapat sampai ke katup jantung yang abnormal dan mengakibatkan subacut bacterial endocarditis. Bacteroides  yang normal terdapat di kolon dapat menyebabkan peritonitis mengikuti suatu trauma spesies bacteroides  merupakan bakteri tetap yang paling sering dijumpai di usus besar dan tidak membahayakan pada tempat tersebut. Tetapi jika masuk kerongga peritonium atau jaringan panggul bersama dengan bakteri lain akibat trauma, mereka menyebabkan supurasi dan bakterimia. Terdapat banyak contoh tetapi yang penting adalah bakteri normal tidak berbahaya dan dapat bermanfaat bagi tubuh inang pada tempat yang seharusnya atau tidak ada kelainan yang menyertainnya. Mereka dapat menimbulkan penyakit jika barada pada lokasi yang asing dalam jumlah banyak dan jika terdapat factor-faktor predisposisi atau mudah terjangkit penyakit.
Pertahanan inang
            Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang dimulai dari permukaan kulit, saluran pencernaan, saluran respirasi dan saluran urogenitalia. Infeksi merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen oportunistik, nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit (Salmonella spp.). Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. coli menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah). Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Contohnya, bakteri tanah Serratia marcescens yang semula nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang.
            Meskipun mudah rusak, kulit merupakan pembatas penting antara tubuh dengan dunia luar. Untungnya, kebanyakan bakteri di lingkungan luar dapat diatasi dengan sistem imun normal. Namun pasien dengan sistem imun rendah seperti pasien kemoterapi kanker atau penderita AIDS terancam infeksi mikroba patogen oportunistik. Bagian terluar kulit dan permukaan mukosa adalah lapisan sel-sel epitel. Sel epitel pipih berlapis kulit sangat sulit ditembus oleh mikroba. Pada permukaan kulit berkembang bakteri flora normal dan dapat berkompetisi dengan mikroba patogen. Sel epitel mukosa berkembang dan membelah dengan cepat. Hanya dalam waktu 36—48 jam sel epitel baru dapat bekerja efektif mengantikan sel epitel lama. Pada lapisan mukosa juga dijumpai substansi pelindung (lisosim, laktoferin, dan laktoperoksidase) terhadap invasi bakteri. Sel plasma lapisan submukosa mampu menyekresi mukus yang berisi imunoglobulin (didominasi sIgA).
Mekanisme resistensi inang lainnya adalah kompetisi konsumsi besi. Besi bebas dalam darah dan jaringan sangat dibutuhkan oleh bakteri meskipun dalam jumlah sedikit. Transferin dan hemoglobin yang dengan cepat mengkonsumsi besi bebas, sehingga tidak memungkinkan tersedianya besi bebas di jaringan inang. Sel fagositosis berpatroli di seluruh peredaran darah dan jaringan dan menghancurkan benda asing. Sel fagositosis didominasi oleh neutrofil, tetapi monosit, makrofag, dan eosinofil turut serta. Aktivitas fagositosis terhambat jika jumlah bakteri sangat banyak dan memiliki faktor virulensi, sehingga mampu bertahan terhadap aktivitas lisosim dan pH asam. Aktivitas fagositosis gagal biasanya ditandai dengan peradangan di lapisan submukosa dan bakteri hidup di makrofag. Ketika peradangan terjadi, maka sel fagositosis bersama limfosit memulai sistem imun terhadap infeksi bakteri. Selama interaksi sel bakteri dengan makrofag, sel T dan sel B atau antibodi dengan sel termediasi imun berkembang untuk mencegah reinfeksi.
Patogenesis Termediasi Respons Inang
            Patogenesis pada kebanyakan infeksi bakteri tidak dapat dipisahkan dari respons imun inang. Kebanyakan kerusakan jaringan akibat respons inang daripada faktor bakteri. Patogenesis termediasi respons inang dapat dilihat pada penyakit tuberkulosis, dan leprosi tuberkuloid. Jaringan rusak pada infeksi-infeksi tersebut disebabkan oleh faktor toksis yang dilepaskan oleh limfosit, makrofag, dan neutrofil pada lokasi infeksi. kebanyakan respons inang sangat kuat, sehingga jaringan inang rusak dan memungkinkan bakteri resisten memperbanyak diri.
Gambar Mekanisme patogenesis termediasi respons inang
            Semua sel yang terlibat dalam sistem kekebalan berasal dari sumsum tulang. Sel punca progenitor mieloid berkembang menjadi eritrosit, keping darah, neutrofil, monosit. Sementara sel punca yang lain progenitor limfoid merupakan prekursor dari sel T, sel B. 
Sistem Pertahanan Dalam Tubuh Inang
            Respons inflamasi tubuh merupakan salah satu sel tubuh yang timbul sebagai akibat invasi mikroba pada jaringan. Respons ini terdiri dari aktivitas sel-sel inflamasi, antara lain sel leukosit (polimorfonuklear, limfosit, monosit), sel makrofag, sel mast, sel natural killer, serta suatu sistem mediator kimia yang kompleks baik yang dihasilkan oleh sel (sitokin) maupun yang terdapat dalam plasma. Sel fagosit, mononuklear maupun polimorfonuklear (lihat bab tentang fagosit) berfungsi pada proses awal untuk membunuh mikroba, dan mediator kimia dapat meningkatkan fungsi ini. Mediator kimia ini akan berinteraksi satu dengan lainnya, juga dengan sel radang seperti komponen sistem imun serta fagosit, baik mononuklear maupun polimorfonuklear untuk memfagosit dan melisis mikroba. Mediator tersebut antara lain adalah histamin, kinin/bradikinin, komplemen, prostaglandin, leukotrien dan limfokin. Respons inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan menghambat penyebaran mikroba.
            Produk aktivasi komplemen yang pada mulanya melalui jalur alternatif dapat meningkatkan aliran darah, permeabilitas pembuluh darah, keinotaksis dan fagositosis, serta hasil akhir aktivasi komplemen adalah lisis mikroba. Prostaglandin, leukotrien dan fosfolipid lainnya yaitu mediator yang merupakan hasil metabolit asam arakidonat dapat menstimulasi motilitas leukosit yang dibutuhkan untuk memfagosit mikroba dan merangsang agregasi trombosit untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah yang ada. Prostaglandin juga dapat bekerja sebagai pirogen melalui pusat termoregulator di hipotalamus. Dikatakan bahwa panas juga merupakan mekanisme sel tubuh, tetapi sukar dibuktikan. Mikroba tertentu memang tidak dapat hidup pada suhu panas tetapi suhu tubuh yang tinggi akan memberikan dampak yang buruk pada pejamu.
            Protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), protein yang mengikat lipopolisakarida, protein amiloid A, transferin dan α1-antitripsin akan dilepaskan oleh hati sebagai respons terhadap inflamasi. Peranannya dapat sebagai stimulator atau inhibisi. Protein α1-antitripsin misalnya akan menghambat protease yang merangsang produksi kinin. Transferin yang mempunyai daya ikat terhadap besi, akan menghambat proliferasi dan pertumbuhan mikroba. Protein yang mengikat lipopolisakarida akan menginaktifkan endotoksin bakteri Gram negatif.
            Limfokin, yaitu sitokin yang dihasilkan limfosit, merupakan mediator yang kuat dalam respons inflamasi. Limfokin ini dan sebagian diantaranya juga disekresi oleh makrofag akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan koagulasi, merangsang produksi prostaglandin dan faktor kemotaksis, merangsang diferensiasi sel induk hematopoietik dan meningkatkan pertumbuhan serta diferensiasi sel hematopoietik, serta mengaktivasi neutrofil dan sel endotel. Sel radang yang ada akan memfagosit mikroba, sedangkan monosit dan makrofag juga akan memfagosit debris pejamu dan patogen yang tinggal sebagai hasil penyerangan enzim neutrofil dan enzim lainnya. Fungsi makrofag akan ditingkatkan oleh faktor aktivasi makrofag seperti komponen C3b, interferon γ dan faktor aktivasi makrofag yang disekresi limfosit.
            Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi tahapan kedua berupa pertahanan spesifik yang dirangsang oleh antigen mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang dipresentasikan makrofag. Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular. Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai hasil aktivasi antigen mikroba terhadap limfosit B, akan menetralkan toksin yang dilepaskan mikroba sehingga tidak menjadi toksis lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba sehingga tidak infeksius lagi. Antibodi juga bersifat sebagai opsonin, sehingga memudahkan proses fagositosis mikroba (lihat bab tentang imunitas humoral). Antibodi juga berperan dalam proses ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) baik oleh sel Tc maupun sel NK sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba. Antibodi juga dapat mengaktifkan komplemen untuk melisis mikroba. Imunitas selular yang diperankan oleh limfosit T melalui limfokin yang dilepas sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma, fungsi sel fagosit untuk memfagosit mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang dihuni virus (lihat Bab 3). Limfokin juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel prekursor Tc serta fungsi sel Tc untuk melisis sel yang dihuni mikroba. Inteleukin (IL)- 2, IL-12 dan IFN-γ meningkatkan  imunitas selular. Imunitas selular adalah mekanisme utama tubuh untuk terminasi infeksi mikroba intraselular seperti infeksi virus, parasit dan bakteri intraselular.
            Tahapan terakhir  ini terdiri atas peningkatan respons imun baik melalui aktivasi komplemen jalur klasik maupun peningkatan kemotaksis, opsonisasi dan fagositosis. Sel makrofag dan limfosit T terus memproduksi faktor yang selanjutnya akan meningkatkan lagi respons inflamasi melalui ekspresi molekul adesi pada endotel serta merangsang kemotaksis, pemrosesan antigen, pemusnahan intraselular, fagositosis dan lisis, sehingga infeksi dapat teratasi. Respons imun yang terkoordinasi yang melibatkan sel T, antibodi, sel makrofag, sel PMN, komplemen dan pertahanan nonspesifik lainnya akan terjadi pada kebanyakan infeksi.
Sistem Pertahanan
Lokasi
Fungsi
Transferin
Darah, Jaringan
Membatasi ketersediaan besi
PMN
Darah, Jaringan
Memakan patogen
Neutrofil
Darah
Fagosit lemah, memproduksi sitosin
Makrofag
Jaringan
Fagosit aktif, memproduksi sitosin, membawa antigen ke Sel T
Komplemen
Darah, Jaringan
Mengaktivasi dan menarik fagosit, membunuh bakteri gram negatif
Protein Pengikat manosa
Hati
Mengikat permukaan bakteri, mengaktivasi komplemen
Sel T
Darah
Menstimuli sel B, membunuh sel inang yang terinfeksi, memproduksi sitosin
Sel B
Darah
Memproduksi antibodi
Antibodi
Darah
Menetralisir toksin, mengaktivasi komplemen (lgM)


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  1. Suatu mikroorganisme yang membuat kerusakan atau kerugian terhadap tubuh inang disebut pathogen sedangkan kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit disebut pathogenesis
  2. Mikroorganisme pathogen memiliki faktor virulensi yang dapat meningkatkan patogenisitasnya dan memungkinkannya berkolonisasi atau menginvasi jaringan inang dan merusak fungsi normal tubuh
  3. Di bagian permukaan tubuh inang di lindungi oleh kulit (jaringan epitel) dan mukosa yang mengandung immunoglobulin A, sedangkan di bagian dalam tubuh inang dilindungi oleh banyak sistem pertahanan seperti transferin, PMN, neutrofil, makrofag, komplemen, sel T, Sel B dan masih banyak lagi.


Daftar Rujukan
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.s
Warren, Levinson. 2008. Review of Medical Microbiology & Immunology Tenth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York
Uderwood J.C.E .1999.Karakteristik, Klasifikasi dan insiden Penyakit , patologi umum dan sistemik, edisi 2.  buku kedokteran: Jakarta
Waluyo, Lud, 2005. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.

1 komentar: