Rabu, 11 Maret 2015

HERBISIDA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Gulma berpengaruh buruk terhadap tanaman karena dapat mengurangi hasil dan kualitas tanaman yang disebabkan persaingan kebutuhan hidup seperti unsur hara, air, cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Keberadaan tanaman budidaya tidak dapat diletakkan terutama apabila pertanaman tersebut tidak dipelihara dengan baik (Sastroutomo, 1990).
Hadirnya gulma pada periode permulaan siklus hidup tanaman dan pada periode menjelang pembuahan akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Pada periode tersebut tanaman sangat peka terhadap keberadaan gulma karena terjadi persaingan yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga perlu dilakukan pengendalian untuk mencegah menurunnya hasil panen. Periode ini menggambarkan interval waktu untuk dua kompetisi terpisah, yaitu lamanya waktu suatu tanaman harus bebas gulma sehingga gulma yang tumbuh kembali tidak menurunkan hasil panen, dan lamanya waktu gulma tinggal bersama-sama dengan tanaman, sebelum gulma mulai mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dilakukan pengendalian gulma pada periode yang tepat (Zimdahl, 1980).
Pengendalian gulma di Indonesia umumnya dilakukan secara manual, namun hal tersebut tidak didukung oleh tenaga kerja yang siap pada saat pengendalian gulma harus dilakukan sehingga membuat pengendalian gulma terlambat. Selain itu, permasalahan gulma menjadi semakin besar karena umumnya petani mempersiapkan lahan dengan cara mengolah tanah secara intensif. Pengendalian secara manual tersebut akan menjadi tidak efisien bila lahan pertanaman cukup luas, maka penggunaan herbisida diharapkan dapat mengurangi tenaga manusia, tepat waktu dan relatif singkat (Listyobudi, 2011).
Herbisida yang banyak digunakan saat ini sekitar 70% adalah herbisida berbahan aktif glifosat. Herbisida ini merupakan herbisida pasca tumbuh, sistemik, non selektif yang diaplikasikan melalui daun, mempunyai spektrum luas, bersifat translokatif kuat, tidak aktif dalam tanah, cepat terdegradasi dan mempunyai kemampuan mengendalikan gulma tahunan. Gejala kematian gulma terlihat pada 2–4 minggu setelah aplikasi (Lamid et al., 1998). Oksifluorfen merupakan herbisida yang bersifat selektif yang merupakan herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan sebelum tanaman tumbuh maupun gulmanya tumbuh. Herbisida oksifluorfen ini dapat membunuh biji-biji gulma yang akan berkecambah, sehingga biji-biji gulma tersebut tidak bisa tumbuh dan berkembang (Hasanudin et al., 2001).
Pada sistem produksi pertanian modern, penggunaan herbisida merupakan salah satu faktor penyumbang dalam meningkatkan hasil pertanian. Meskipun demikian, penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan hidup dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok (Metusala, 2006). Di dalam tanah, umumnya residu herbisida berinteraksi dengan partikel tanah dan akar tanaman. Herbisida yang jatuh sampai ke tanah, selain diabsorbsi oleh partikel tanah juga berada dalam larutan tanah dan bergerak ke segala arah termasuk diserap akar tanaman (Listyobudi, 2011). Penggunakan herbisida pada pertanian harus memperhatikan keuntungan dan kelebihannya, oleh karena itu penting untuk petani mengetahui segala sesuatu yang terkait dengan herbisida. 
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dibuat, adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan herbisida ?
1.2.2 Bagaimanakah klasifikasi dari herbisida ?
1.2.3 Bagaimanakah keselamatan dalam pemakaian herbisida ?
1.2.4 Bagaimanakah  teknik penggunaan herbisida ?
1.2.5 Apa sajakah keuntungan dan kerugian penggunaan herbisida ?
1.2.6 Bagaimana herbisida dalam tanah ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dibuat, adapun tujuan penulisan makalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan herbisida
1.3.2 Mengetahui klasifikasi dari herbisida
1.3.3 Mengetahui bagaimanakah keselamatan dalam pemakaian herbisida
1.3.4 Mengetahui bagaimanakah  teknik penggunaan herbisida
1.3.5 Mengetahui keuntungan dan kerugian penggunaan herbisida
1.3.6 Mengetahui herbisida dalam tanah


BAB II
ISI

2.1 Pengertian Herbisida
Herbisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan, mematikan, atau menghambat pertumbuhan gulma tanpa mengganggu tanaman pokok (Sukman, 2002; Tjitrosoedirdjo et al, 1984). Sedangkan menurut Riadi (2011) herbisida  merupakan suatu  bahan atau senyawa kimia  yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan.
Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada  proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Di samping itu herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian dari jenis tumbuhan. Pada dosis yang  lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya (Riadi, 2011).
2.2 Klasifikasi Herbisida
Untuk dapat memakai herbisida dengan baik, kita perlu mengetahui herbisida tersebut dengan baik pula. Sehingga dilakukan pengolongan herbisida dengan tujuan untuk mempermudah pengenalan jenis herbisida yang banyak jenisnya. Dengan adanya penggolongan tersebut akan lebih mudah mendalami dan mengenal sifat masing-masing herbisida. Menurut Sukmana 83-90 (2002) secara umum klasifikasi herbisida ada 4, yaitu :
2.2.1 Berdasarkan waktu aplikasi
Waktu aplikasi herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan dari tanaman maupun gulma. Berdasarkan hal tersebut, maka waktu aplikasi herbisida terdiri dari :
a.       Pre plant, maksudnya herbisida diaplikasikan pada saat tanaman belum ditanam, tetapi tanah sudah diolah.
b.      Pre emergence, maksudnya herbisida diaplikasikan sebelum benih tanaman atau biji gulma berkecambah. Pada perlakuan ini benih dari tanaman sudah ditanam, sedangkan gulma belum tumbuh.
c.       Post emergence, maksudnya herbisida diaplikasikan pada saat gulma dan tanaman sudah lewat stadia perkecambahan. Aplikasi herbisida bisa dilakukan pada saat tanaman masih muda maupun sudah tua.
2.2.2 Berdasarkan cara aplikasi
Cara aplikasi herbisida ada 2 yaitu :
a.       Aplikasi melalui daun
Aplikasi melalui daun ada dua, yaitu :
               i.          Bersifat kontak : berarti herbisida ini hanya mematikan bagian hijau tumbuhan yang terkena semprotan. Herbisida ini cocok untuk mengendalikan gulma setahun, karena bila terkena akan menyebabkan mati secara keseluruhan. Contohnya : herbisida paraquat (Gromoxone) kerjanya menghambat proses photosistem 1 pada fotosintesis.
a)    Herbisida kontak selektif : herbisida ini hanya membunuh satu beberapa spesies gulma.
b)   Herbisida kontak non selektif : herbisida ini dapat membunuh semua jenis tumbuhan yang terkena, terutama bagian yang berwarna hijau.
             ii.          Bersifat sistemik : berarti herbisida yang diberikan pada tumbuhan (gulma) setelah diserap oleh jaringan daun kemudian ditranslokasikan keseluruh bagian tumbuhan tersebut misalnya : titk tumbuh, akar, rimpang, dan lain-lain, sehingga tumbuhan/gulma tersebut akan mengalami kematian total. Contoh : Glyphosate (Roundup) cara kerjanya menghambat sintesa protein dan metabolisme asam amino.
b.      Aplikasi melalui tanah
Umumnya herbisida yang diberikan melalui tanah adalah herbisida bersifat sistemik. Herbisida ini disemprotkan ke tanah, kemudian diserap oleh akar dan ditranslokasikan bersama aliran transpirasi dam pai ke “side of action” pada jaringan daun dan menghambat proses pada photosystem II pada fotosintesis. Contohnya : herbisida diuron, golongan Triazine, Uracil, Urea, dan Ioxynil.
2.2.3 Berdasarkan bentuk molekul
Berdasarkan bentuk molekulnya, herbisida dibagi menjadi dua, yaitu :
a)      Herbisida anorganik merupakan suatu herbisida yang tersusun secara anorganik (Riadi, 2011). Contohnya :
·         Ammonium sulfanat,  akan memperpanjang masa dormansi sampai cadangan karbohidrat dan gula menjadi habis dan meyebabkan kematian.
·         Ammonium sulfat, menyebabkan peningkatan nilai PH pada cairan tubuh tumbuhan yang terkena ammonium, yang menyebabkan tumbuhan cepat mati. Ammonium juga beracun pada protoplasma.sel.
·         Ammonium tiosianat,  menyebabkan racun pada sel tumbuhan, menghambat enzim katalase dan mengkaogulasikan protein.
·         Kalsium sianamida dapat mengkoagulasikan protein sel. 
·         Tembaga sulfat, nitrat, dan fero sulfat, tembaga sulfat dapat melemahkan kerja dan menyebabkan protein mengendap.
b)      Herbisida organik merupakan suatu herbisida yang tersusun secara organik (Riadi, 2011). Contohnya :
·      Amida. Amida digunakan untuk mengendalikan kecambah gulma semusim, khusunya dari golongan rumputan. Herbisida ini lebih aktif bila diaplikasikan pada permukaan tanah sebagai herbisida pratumbuh. Mekanisme kerja utama herbisida yang tergolong dalam kelas amida adalah mempengaruhi sintesa asam nukleat dan protein. Butaklor, pretilaklor, alaklor, dan propanil termasuk dalam kelas amida ini.
·      Bipiridilium.  Herbisida yang termasuk dalam  golongan  ini umumnya herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila diaplikasikan lewat tanah dan tidak selektif. Paraquat dan diquat adalah contoh herbisida yang termasuk dalam kelas ini. Tumbuhan yang terkena herbisida akan menampakkan efek bakar dalam waktu relatif singkat dan diikuti dengan peluruhan daun. Cahaya, oksigen, dan klorofil adalah prasarana utama yang diperlukan untuk menunjukkan efek racun tersebut. Contoh  diquat dan paraquat :    Gramoxone mengandung bahan aktif paraquat sebanyak 20%. Senyawa  paraquat dikenal sebagai racun kontak umum. Menurut formulatornya semua tumbuhan hijau dapat dibunuhnya. Kenyataannnya lumut yang tumbuh di batu tahan terhadapnya. Padahal lumut itu tumbuhan rendah, ada yang bersel satu saja. Mungkin fotosintesisnya tidak menghasilkan elektron.  Paraquat sendiri tidak habis terpakai. Oleh karena itu paraquat dapat dapat dikatakan sebagai katalisator organik. Tidak mengherankan kita, bila 1 liter produk paraquat di  dalam 500 liter air dapat menghanguskan rumput seluas satu lapang sepak bola. Elektron (e) diperoleh dari hasil samping fotosintesis. Proses fotosintesis mutlak bergantung pada sinar/cahaya. Jadi, tenaga untuk membuat herbisida H2O2  secara tidak langsung  berasal dari matahari.
·      Dinitroanilin.  Butralin dan pendimentalin termasuk dalam golongan herbisidadinitroanilin. Herbisida tersebut akan aktif bila diaplikasikan ke tanah sebelum gulmatumbuh atau berkecambah. Pola kerja herbisida dinitroalin adalah  sebagai racun mitotikyang menghambat perkembangan akar dan tajuk gulma yang baru berkecambah.
2.2.4 Berdasarkan cara kerja.
Berdasarkan cara kerjanya, menurut  Tjitrosoedirdjo et al, (1984) klasifikasi herbisida dibagi menjadi dua, yaitu :
A.    Kontak dan ditranslokasikan : herbisida kontak dikenal juga sebagai caustis herbisides, karena adanya efek bakar yang terlihat, terutama pada konsentrasi yang tinggi seperti asam sulfat, besi sulfat, dan tembaga sulfat. Reaksi sel ini tidak spesifik, biasanya memperlihatkan denaturasi dan pengendapan protein. Dengan larutnya membran sel maka seluruh konfigurasi sel dirusak karena membran dari kloroplas juga rusak dan sel itu akan mati. Paraquat dikenal juga sebagai herbisida kontak, molekul herbisida ini mengahasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel seperti umumnya herbisida kontak
B.     Herbisida menurut mekanisme kerja
Beberapa proses metabolisme tanaman yang diengaruhi oleh herbisida antara lain :
·      Herbisida yang menghambat fotosintesis
·      Penghambatan perkecambahan
·      Penghambatan pertumbuhan
·      Penghambatan respirasi/oksidasi
2.3 Keselamatan dalam Pemakaian Herbisida
Sebelum memakai bahan kimia, termasuk juga herbisida intruksi yang ada dalam pembungkus/botolnya harus dibaca dan dimengerti, dua hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian herbisida, yaitu :
2.3.1 Penyimpanan
Gudang untuk menyimpan herbisida harus tersendiri. Tempat itu harus panas sehingga tidak membekukan bahan emulsi dalam formulasi. Harus disediakan alat pemadam kebakaran dan dilaran merokok di dekat gudang tersebut (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.3.2 Pemakaian
Pemakaianyang keliru akan menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu sebelum memakai herbisida harus diketahui informasi sebanyak-banyaknya dari herbisida tersebut dan dibaca/dihayati seluruh intruksi yang ada dalam pembungkus/botol. Langkah umum yang biasa harus dipatuhi adalah :
·         Jangan menyemprot dalam angin kencang
·         Penggunaan nosel yang agak besar agar droplet tidak terlalu kecil
·         Pakai tekanan serendah mungkin
·         Pakai pakaian semprot, sarung tangan, gogels, respirator, dan sebagainya, dan mandilah setelah menyemprot.
·         Buang sisa herbisida di dalam lubang yang khusus
·         Setelah dipakai, alat-alat harus dicuci dengan aseton (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).

2.4 Tehnik Pemakaian Herbisida
Pemilihan herbisida untuk suatu masalah gulma pada suatu tanaman budidaya memerlukan kecakapan tertentu. Para administratur perkebunan mungkin sudah mempunyai kecakapan ini, atau dapat pula minta saran dari perusahaan agro-kimia atau petugas balai penelitian, atau mencari informasi dari pustaka (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).Menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984) para administratur kebun dalam hal ini perlu tahu teknik pemakaian herbisida yang baik, diantaranya adalah :
2.4.1 Selektivitas
Salah satu pertimbangan pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Faktor yang mempengaruhi selektivitas antara lain :
1.    jenis herbisida (dipakai lewat akar atau daun)
2.    volume semprotan, volume yang terlalu besar akan menyebabkan kurangnya efektivitas melalui aliran permukaan, sebaliknya dengan volume yang terlalu kecil mungkin butiran semprotan tidak merata.
3.    Ukuran butiran semprotan, butiran yang terlalu besar akan terpental dari daun dan jatuh ke tanah, sedangkan butiran yang terlalu kecil akan terbawa oleh angin, menyebabkan driftdan meracuni tanaman sekitarnya.
4.    Maksud penyemprotan. Apakah disemprot seluruhnya, penyemprotan terarah atau hanya spot, atau larikan, dan sebagainya.
5.    Waktu pemakaian, apakah pra-tumbuh, pasca-tumbuh, atau pra-tanam.
2.4.2 Alat Pemakaian
Variasi alat untuk memakai herbisida amat luas, tetapi biasanya dapat dikategorikan sebagai :
1)   Alat Semprot (spayer), yaitu untuk menyemprot herbisida dalam cairan.
·           Spayer punggung, dioperasikan dengan tangan
·           Spayer punggung, dioperasikan dengan mesin
·           Spayer diatas traktor
·           Spayer dengan pesawat terbang
·           Spayer dengan CDA (controlled droplet application)
·           Spayer dengan sistem elektrostatik, dan sebagainya.
2)   Alat penyebar butiran (granular)
3)   Alat pengusap gulma (weed wipers)
4)   Alat penyebar dengan irigasi
2.5 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Herbisida
2.5.1 Keuntungan Penggunaan Herbisida
Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma, serta memberukan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Adapun keuntungan yang diberikan oleh herbisida adalah sebagai berikut Sukman (2002):
a)    Dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu.
b)   Dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman
c)    Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar
d)   Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa.
2.5.2 Kerugian Penggunaan Herbisida
Kelemahan atau kerugian penggunaan herbisida antara lain adalah herbisida dapat menimbulkan:
a)      species gulma yang resisten, akibat penggunaan yang terus menerus dari satu jenis herbisida di dalam suatu lahan, maka akan terjadi perubahan dominansi dalam komunitas gulma dari jenis-jenis yang peka menjadi jenis-jenis yang toleran (Sastroutomo, 1990).
b)      polusi dan
c)      residu yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).
2.6 Tanah dan Herbisida
Herbisida semakin meningkat setiap tahun seiring dengan usaha peningkatan produksi pertanian. Kontak antara partikel tanah dan molekul herbisida dapat terjadi dengan beberapa cara, beberapa cara herbisida bekerja di dalam tanah menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984) adalah sebagai berikut :
2.6.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan salah satu proses yang terjadi pada aplikasi herbisida dalam tanah (Riadi, 2011). Sedangkan menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984) adsorpsi merupakan penarikan molekul herbisida ke arah permukaan partikel tanah. Adsorpsi merupakan salah satu mekanisme yang paling penting yang mengurangi konsentrasi larutan herbisida dalam tanah dan beberapa herbisida yang lolos terserap (Zimdahl, 2007) : 475. Absorbsi ini mampu menurunkan konsentrasi senyawa herbisida didalam larutan tanah sehingga menghalangi mobilitas senyawa tersebut menuju system perairan. Senyawa herbisida yang terabsorbsi bersifat pasif, tidak tersedia untuk proses fisik, kimia, maupun biologi sampai terjadinya desorbsi. Bahan organic tanah diketahui sebagai komponen tanah yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses absorbsi dan desorbsi herbisida di dalam tanah dan lingkungan (Riadi, 2011).
Herbisida merupakan pestisida kationik dengan kelarutan di dalam air sangat tinggi. Bahan aktif yang  terkandung dalam herbisida merupakan pestisida kationik (divalent), sehingga berpotensi mengalami pertukaran kation di dalam tanah. Ion paraquat dapat bereaksi dengan lebih dari satu ion COO- koloid organic tanah. Paraquat akan bereaksi dan diikat oleh dua gugus reaktif koloid organic tanah, mungkin oleh ion COO-, fenolat O-, kombinasi keduanya, atau kombinasi salah satu ion tersebut dengan radikal bebas. Semakin tinggi kandungan bahan organic tanah, semakin tinggi kandungan gugus reaktif yang dimilikinya, semakin tinggi jumlah herbisida yang terabsorbsi (Riadi, 2011).

Dalam adsorpsi, ada dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu : kekuatan mengikat dan tingkat mengikat.
Gambar Tabel 2.1 membandingkan kekuatan adsorpsi beberapa herbisida umum. Kelompok-kelompok herbisida dari yang sangat kuat ke yang lemah (Zimdahl, 2007: 476).
Selain itu tipe tanah yang berbeda dapat mengadsorpsi jumlah herbisida yang berbeda pula, maka pemakaian herbisida harus disesuaikan dengan kemampuan adsorpsi tanah (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.2 Pencucian
Pencucian adalah gerakan herbisida dengan air biasanya ke bawah, namun tidak selalu ke bawah, yaitu ke strata tanah yang lebih dalam (Zimdahl, 2007:477; Tjitrosoedirdjo et al, (1984). Menurut Zimdahl (2007:477)  proses pencucian materi tergantung dari
a)      Interasi serap antara herbisida dan tanah
b)      Kelarutan dalam air, semakin besar kekarutan herbisida oleh air maka semakin besar potensi pencucian.
c)      pH tanah, adsorpsi meningkat seiring penurunan pH dan pada pH yang rendah herbisida akan diserap dan percucian berkurang.
d)     Jumlah air yang bergerak melalui permukaan tanah. Semakin banyak air yang bergerak karena curah hujan, atau irigasi, semakin besar kemungkinan pencucian akan terjadi.
e)     



Suhu, pencucian akan lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.

Gambar Tabel 2.2 menunjukkan mobilitas relatif herbisida dalam tanah, kebalikan dari gambar tabel 2.1 karena adsorpsi dan pencucian berbanding terbalik. Semakin besar adsorpsi, semakin rendah jumlah tercuci(Zimdahl, 2007: 479).
2.6.3 Volatilisasi
Volatilisasiatau penguapan adalah peristiwa hilangnya suatu bahan kimia ke atmosfer dalam bentuk gas. Tendensi herbisida untuk menguap ditentukan oleh tekanan uapnya yang terutama dipengaruhi oleh suhu. Beberapa herbisida mempunyai tekanan uap yang tinggi yang berarti herbisida itu amat mudah menguap, misalnya triflutalin (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
Konsekuensi penguapan dapat baik atau justru merugikan. Penguapan menyebabkan hilangnya sebagian herbisida yang dipakai, jadi mengurangi jumlah yang diserap oleh gulma. Uap herbisida dapat juga bersifat racun terhadap tumbuhan lain yang bukan target atau bahkan terhadap hewan dan manusia. Sebaliknya penguapan dapat berpengaruh terhadap perkecambahan gulma yang dapat mengadsorpsi uap herbisida dari daun (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.4 Aliran Permukaan
Hujan lebat di atas tanah yang permeabilitasnya rendah, menyebabkan terjadinya aliran air dipermukaan yang menghanyutkan molekul herbisida. Di tanah yang miring erosi yang terjadi juga akan menghanyutkan molekul herbisida (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.5 Degradasi Herbisida di Tanah
Laju degradasi herbisida dalam tanah dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, tumbuhan, serta sifat kimia herbisida. Sifat herbisida yang dicirikan dengan sifat kimia herisida  akan bervariasi dalam hal daya larut dalam air, adsorpsi tanah, tekanan uap, dan kepekatan degradasi secara kimia dan mikroba. Dosis herbisida juga merupakan hal yang menjadi faktor yang mempengaruhi laju degradasinya. Laju degradasi herbisida proporsional  dengan dosis yang diberikan. Hal itu dapat dijelaskan bahwa semakin sedikit dosis herbisida yang diberikan akan semakin cepat terdekomposisi melalui cahaya atau semakin cepat terdegradasi oleh mikrobia (Riadi, 2011).
Laju degradasi herbisida dalam tanaman dapat juga dipengaruhi oleh kultivar tanaman pada suatu lahan. Seperti yang kita ketahui bahwa adanya kultivar tanaman yang memiliki sistem perakaran kompleks, arsitektur daun yang baik, dan sistem percabangan yang banyak akan mempertinggi proses pengambilan atau adsorpsi hara, air, dan termasuk herbisida yang diaplikasi melalui tanah. Fenomena ini akan memperlihatkan bahwa kultivar tanaman yang berkanopi luas akan mengakibatkan semakin cepat laju degradasi herbisida di dalam tanah. Ketersediaan herbisida bergantung pada jumlah herbisida dalam larutan tanah serta laju transportasi herbisida melalui aliran massa dan difusi ke akar atau bagian lain (Riadi,2011).
2.6.6 Herbisida dan Bakteri Pengikat N
Pemakaian herbisida melalui tanah pada kacang-kacangan dapat mempengaruhi bakteri pengikat N, pertumbuahan akar dari kacangan yang abnormal karena pengaruh herbisida tentu mempengaruhi hubungan antara bakteri kacangan ini. Trifluralin misalnya apabila dipakai pada saat menanam kacang, maka nodulasi terhambat, tetapi apabila dipakai 27 hari sebelum tanam dalam dosis yang normal justru menstimulus nodulasi (Hamdi & Tewfik dalam Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.7 Herbisida dan Patogen dari Tanah
Pengaruh herbisidaterhadap jasad renik tanah menjadi amat penting apabila jasad renik itu patogen, yaitu jasad renik yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Herbisida dapat menambah banyak atau mengurangi serangan penyakit terhadap tanaman tergantung jenis herbisidanya, jenis patogen, tanaman, dan keadaan lingkungan (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).









Tabel 1 Pangeruh beberapa herbisida terhadap serangan beberapapenyakit tanaman (+ = tambah berat; - = mengurangi serangan)
2.6.8 Persistensi Herbisida di Tanah
Persistensi adalah lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah yang merupakan akibat dari penyerapan, volatilisasi, pencucian, dan degradasi biologi ataupun nonbiologi. Pada umumnya persistensi herbisida di dalam tanah lebih pendek daripada insektisida dan bervariasi dari beberapa minggu hingga beberapa tahun, bergantung pada  struktur dan sifat tanah serta kandungan air dalam tanah. Herbisida persistensi rendah menandakan lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk rendah.  Dengan demikian, herbisida yang terserap tanaman padi juga rendah sehingga hasil padi aman dikonsumsi. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemakaian herbisida terhadap pertumbuhan gulma dan hasil padi. Herbisida yang diaplikasikan merupakan kelompok herbisida persistensi rendah yang lama aktivitas biologinya dalam tanah pendek (Riadi, 2011).
Tabel 2 Persistensi beberapa herbisida di tanah (WSSA, 1974)
Pada gambar tabel 2 memperlihatkan presisitensi beberapa herbisida. Data diambil dari Amerika (WSSA, 1974), oleh karena itu untuk Indonesia mengkin angka-angka itu lebih rendah (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·      Herbisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan, mematikan, atau menghambat pertumbuhan gulma tanpa mengganggu tanaman pokok
·      Klasifikasi Herbisida berdasarkan waktu aplikasi Pre plant, Pre emergence, Post emergence, berdasarkan cara aplikasi yaitu aplikasi melalui daun dan aplikasi melalui tanah, berdasarkan bentuk molekul yaitu herbisida anorganik dan herbisida organik, berdasarkan cara kerja kontak & ditranslokasikan dan herbisida menurut mekanisme kerja.
·      Keuntungan Penggunaan Herbisida, dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman, lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar, dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa.
·      Kerugian Penggunaan Herbisida yaitu species gulma yang resisten, polusi dan residu yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).















DAFTAR RUJUKAN

Lamid, Z., Harnel, Adlis, Dan W. Hermawan. 1998. Pengkajian Tot Dengan Herbisida Glifosat Pada Budidaya Jagung Di Lahan Kering. Pros. Sem.
Listyobudi, Vila Ratnasari. 2011. Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan, Hasil Dan Kualitas Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt.). Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” 
Metusala, D. 2006. Studi Waktu Aplikasi Dan Dosis Herbisida Campuran Atrazine Dan Mesotrione Pada Pengendalian Gulma Terhadap Hasil Dan Kualitas Hasil Jagung (Zea Mays). Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi. 100 Hlm.
Nas. 1998. Budidaya Pertanian Otk Vi. Padang
Riadi, Muhammad. 2011. Mata Kuliah : Herbisida Dan Aplikasinya. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: Gramedia. 217, 173 Hal.
Sukmana, Yernelis. 2002. Gulma Dan Teknik Pengendaliannya. Pt Raja Grafindo Persada : Jakarta
Tritrosoedirdjo, Soekisman. Utomo, Is Hidajat. Wiroatmodjo, Joedojono. 1984. Pengolahan Gulma Di Perkebunan. Jakarta: Gramedia.
Zimdahl, R.L. 1980. Weed Crop Competition. I.P.P.C. Oregon, Usa. 18 P.
Zimdahl, Robert L. 2007. Fundamentals Of Weed Science (Third Edition). Departemant Of Bioagricultural Science And Pest Management. Colorado State University.

4 komentar:

  1. Terimaksih kasih informasinya . Sangat membantu.

    BalasHapus
  2. Matur nuwon info nya amat sangat mmbantu

    BalasHapus
  3. Maaf...
    Bagaimana cara menetralisir bawang merah yang terkena herbisida.. ? ?

    BalasHapus