BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Gulma
berpengaruh buruk terhadap tanaman karena dapat mengurangi hasil dan kualitas
tanaman yang disebabkan persaingan kebutuhan hidup seperti unsur hara, air,
cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Keberadaan tanaman budidaya tidak dapat
diletakkan terutama apabila pertanaman tersebut tidak dipelihara dengan baik
(Sastroutomo, 1990).
Hadirnya gulma pada periode permulaan siklus hidup tanaman dan
pada periode menjelang pembuahan akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Pada
periode tersebut tanaman sangat peka terhadap keberadaan gulma karena terjadi
persaingan yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga perlu
dilakukan pengendalian untuk mencegah menurunnya hasil panen. Periode ini
menggambarkan interval waktu untuk dua kompetisi terpisah, yaitu lamanya waktu
suatu tanaman harus bebas gulma sehingga gulma yang tumbuh kembali tidak
menurunkan hasil panen, dan lamanya waktu gulma tinggal bersama-sama dengan
tanaman, sebelum gulma mulai mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk dilakukan pengendalian gulma pada periode yang tepat
(Zimdahl, 1980).
Pengendalian gulma di Indonesia umumnya dilakukan secara manual,
namun hal tersebut tidak didukung oleh tenaga kerja yang siap pada saat pengendalian
gulma harus dilakukan sehingga membuat pengendalian gulma terlambat. Selain
itu, permasalahan gulma menjadi semakin besar karena umumnya petani
mempersiapkan lahan dengan cara mengolah tanah secara intensif. Pengendalian
secara manual tersebut akan menjadi tidak efisien bila lahan pertanaman cukup
luas, maka penggunaan herbisida diharapkan dapat mengurangi tenaga manusia,
tepat waktu dan relatif singkat (Listyobudi, 2011).
Herbisida yang banyak digunakan saat ini sekitar 70% adalah
herbisida berbahan aktif glifosat. Herbisida ini merupakan herbisida pasca
tumbuh, sistemik, non selektif yang diaplikasikan melalui daun, mempunyai
spektrum luas, bersifat translokatif kuat, tidak aktif dalam tanah, cepat
terdegradasi dan mempunyai kemampuan mengendalikan gulma tahunan. Gejala
kematian gulma terlihat pada 2–4 minggu setelah aplikasi (Lamid et al.,
1998). Oksifluorfen
merupakan herbisida yang bersifat selektif yang merupakan herbisida pra tumbuh
yang diaplikasikan sebelum tanaman tumbuh maupun gulmanya tumbuh. Herbisida
oksifluorfen ini dapat membunuh biji-biji gulma yang akan berkecambah, sehingga
biji-biji gulma tersebut tidak bisa tumbuh dan berkembang (Hasanudin et al.,
2001).
Pada sistem produksi pertanian modern,
penggunaan herbisida merupakan salah satu faktor penyumbang dalam meningkatkan
hasil pertanian. Meskipun demikian, penggunaan herbisida sejenis secara
terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi gulma,
kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan hidup dan menimbulkan keracunan
pada tanaman pokok (Metusala, 2006). Di dalam tanah, umumnya residu herbisida berinteraksi
dengan partikel tanah dan akar tanaman. Herbisida yang jatuh sampai ke tanah,
selain diabsorbsi oleh partikel tanah juga berada dalam larutan tanah dan
bergerak ke segala arah termasuk diserap akar tanaman (Listyobudi, 2011).
Penggunakan herbisida pada pertanian harus memperhatikan keuntungan dan
kelebihannya, oleh karena itu penting untuk petani mengetahui segala sesuatu
yang terkait dengan herbisida.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang sudah dibuat, adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan herbisida ?
1.2.2 Bagaimanakah klasifikasi dari herbisida ?
1.2.3 Bagaimanakah keselamatan dalam pemakaian
herbisida ?
1.2.4 Bagaimanakah
teknik penggunaan herbisida ?
1.2.5 Apa sajakah keuntungan dan kerugian penggunaan
herbisida ?
1.2.6 Bagaimana
herbisida dalam tanah ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah yang sudah dibuat, adapun tujuan penulisan makalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan herbisida
1.3.2 Mengetahui klasifikasi dari herbisida
1.3.3 Mengetahui bagaimanakah keselamatan dalam
pemakaian herbisida
1.3.4 Mengetahui bagaimanakah teknik penggunaan herbisida
1.3.5 Mengetahui keuntungan dan kerugian penggunaan
herbisida
1.3.6 Mengetahui herbisida dalam tanah
BAB
II
ISI
2.1 Pengertian Herbisida
Herbisida
merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan, mematikan, atau
menghambat pertumbuhan gulma tanpa mengganggu tanaman pokok (Sukman, 2002;
Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
Sedangkan menurut Riadi (2011) herbisida
merupakan suatu bahan atau
senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan.
Herbisida ini dapat
mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan,
pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas
enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Di samping itu herbisida bersifat racun terhadap gulma
atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan
dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian dari jenis tumbuhan. Pada
dosis yang lebih rendah, herbisida akan
membunuh tumbuhan dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya (Riadi, 2011).
2.2 Klasifikasi Herbisida
Untuk dapat memakai
herbisida dengan baik, kita perlu mengetahui herbisida tersebut dengan baik
pula. Sehingga dilakukan pengolongan herbisida dengan tujuan untuk mempermudah
pengenalan jenis herbisida yang banyak jenisnya. Dengan adanya penggolongan
tersebut akan lebih mudah mendalami dan mengenal sifat masing-masing herbisida.
Menurut Sukmana 83-90 (2002) secara umum klasifikasi herbisida ada 4, yaitu :
2.2.1 Berdasarkan waktu aplikasi
Waktu
aplikasi herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan dari tanaman
maupun gulma. Berdasarkan hal tersebut, maka waktu aplikasi herbisida terdiri
dari :
a. Pre plant,
maksudnya herbisida diaplikasikan pada saat tanaman belum ditanam, tetapi tanah
sudah diolah.
b. Pre emergence,
maksudnya herbisida diaplikasikan sebelum benih tanaman atau biji gulma
berkecambah. Pada perlakuan ini benih dari tanaman sudah ditanam, sedangkan
gulma belum tumbuh.
c. Post emergence,
maksudnya herbisida diaplikasikan pada saat gulma dan tanaman sudah lewat
stadia perkecambahan. Aplikasi herbisida bisa dilakukan pada saat tanaman masih
muda maupun sudah tua.
2.2.2 Berdasarkan cara aplikasi
Cara
aplikasi herbisida ada 2 yaitu :
a. Aplikasi
melalui daun
Aplikasi
melalui daun ada dua, yaitu :
i.
Bersifat
kontak : berarti herbisida ini hanya mematikan
bagian hijau tumbuhan yang terkena semprotan. Herbisida ini cocok untuk
mengendalikan gulma setahun, karena bila terkena akan menyebabkan mati secara
keseluruhan. Contohnya : herbisida paraquat (Gromoxone) kerjanya menghambat proses photosistem 1 pada
fotosintesis.
a) Herbisida
kontak selektif : herbisida ini hanya membunuh satu beberapa spesies gulma.
b) Herbisida
kontak non selektif : herbisida ini dapat membunuh semua jenis tumbuhan yang
terkena, terutama bagian yang berwarna hijau.
ii.
Bersifat
sistemik : berarti herbisida yang diberikan pada
tumbuhan (gulma) setelah diserap oleh jaringan daun kemudian ditranslokasikan
keseluruh bagian tumbuhan tersebut misalnya : titk tumbuh, akar, rimpang, dan
lain-lain, sehingga tumbuhan/gulma tersebut akan mengalami kematian total.
Contoh : Glyphosate (Roundup) cara
kerjanya menghambat sintesa protein dan metabolisme asam amino.
b. Aplikasi
melalui tanah
Umumnya
herbisida yang diberikan melalui tanah adalah herbisida bersifat sistemik.
Herbisida ini disemprotkan ke tanah, kemudian diserap oleh akar dan ditranslokasikan
bersama aliran transpirasi dam pai ke “side of action” pada jaringan daun dan
menghambat proses pada photosystem II pada fotosintesis. Contohnya : herbisida
diuron, golongan Triazine, Uracil, Urea, dan Ioxynil.
2.2.3 Berdasarkan bentuk molekul
Berdasarkan
bentuk molekulnya, herbisida dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Herbisida anorganik
merupakan suatu herbisida yang tersusun secara anorganik (Riadi, 2011).
Contohnya :
·
Ammonium sulfanat, akan memperpanjang masa dormansi sampai
cadangan karbohidrat dan gula menjadi habis dan meyebabkan kematian.
·
Ammonium sulfat,
menyebabkan peningkatan nilai PH pada cairan tubuh tumbuhan yang terkena
ammonium, yang menyebabkan tumbuhan cepat mati. Ammonium juga beracun pada
protoplasma.sel.
·
Ammonium
tiosianat, menyebabkan racun pada sel
tumbuhan, menghambat enzim katalase dan mengkaogulasikan protein.
·
Kalsium sianamida dapat
mengkoagulasikan protein sel.
·
Tembaga sulfat, nitrat,
dan fero sulfat, tembaga sulfat dapat melemahkan kerja dan menyebabkan protein
mengendap.
b) Herbisida organik
merupakan suatu herbisida yang tersusun secara organik (Riadi, 2011). Contohnya
:
· Amida.
Amida digunakan untuk mengendalikan kecambah gulma semusim, khusunya dari
golongan rumputan. Herbisida ini lebih aktif bila diaplikasikan pada permukaan
tanah sebagai herbisida pratumbuh. Mekanisme kerja utama herbisida yang
tergolong dalam kelas amida adalah mempengaruhi sintesa asam nukleat dan
protein. Butaklor, pretilaklor, alaklor, dan propanil termasuk dalam kelas
amida ini.
· Bipiridilium. Herbisida yang termasuk dalam golongan
ini umumnya herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila diaplikasikan
lewat tanah dan tidak selektif. Paraquat dan diquat adalah contoh herbisida
yang termasuk dalam kelas ini. Tumbuhan yang terkena herbisida akan menampakkan
efek bakar dalam waktu relatif singkat dan diikuti dengan peluruhan daun.
Cahaya, oksigen, dan klorofil adalah prasarana utama yang diperlukan untuk
menunjukkan efek racun tersebut. Contoh
diquat dan paraquat : Gramoxone
mengandung bahan aktif paraquat sebanyak 20%. Senyawa paraquat dikenal sebagai racun kontak umum.
Menurut formulatornya semua tumbuhan hijau dapat dibunuhnya. Kenyataannnya
lumut yang tumbuh di batu tahan terhadapnya. Padahal lumut itu tumbuhan rendah,
ada yang bersel satu saja. Mungkin fotosintesisnya tidak menghasilkan
elektron. Paraquat sendiri tidak habis
terpakai. Oleh karena itu paraquat dapat dapat dikatakan sebagai katalisator
organik. Tidak mengherankan kita, bila 1 liter produk paraquat di dalam 500 liter air dapat menghanguskan
rumput seluas satu lapang sepak bola. Elektron (e) diperoleh dari hasil samping
fotosintesis. Proses fotosintesis mutlak bergantung pada sinar/cahaya. Jadi,
tenaga untuk membuat herbisida H2O2
secara tidak langsung berasal
dari matahari.
· Dinitroanilin. Butralin dan pendimentalin termasuk dalam
golongan herbisidadinitroanilin. Herbisida tersebut akan aktif bila
diaplikasikan ke tanah sebelum gulmatumbuh atau berkecambah. Pola kerja
herbisida dinitroalin adalah sebagai
racun mitotikyang menghambat perkembangan akar dan tajuk gulma yang baru
berkecambah.
2.2.4 Berdasarkan cara kerja.
Berdasarkan cara kerjanya, menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984) klasifikasi herbisida dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Kontak
dan ditranslokasikan : herbisida kontak dikenal juga sebagai caustis herbisides, karena adanya efek
bakar yang terlihat, terutama pada konsentrasi yang tinggi seperti asam sulfat,
besi sulfat, dan tembaga sulfat. Reaksi sel ini tidak spesifik, biasanya
memperlihatkan denaturasi dan pengendapan protein. Dengan larutnya membran sel
maka seluruh konfigurasi sel dirusak karena membran dari kloroplas juga rusak
dan sel itu akan mati. Paraquat dikenal juga sebagai herbisida kontak, molekul
herbisida ini mengahasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran
sel dan merusak seluruh konfigurasi sel seperti umumnya herbisida kontak
B. Herbisida
menurut mekanisme kerja
Beberapa
proses metabolisme tanaman yang diengaruhi oleh herbisida antara lain :
·
Herbisida yang
menghambat fotosintesis
·
Penghambatan
perkecambahan
·
Penghambatan
pertumbuhan
·
Penghambatan
respirasi/oksidasi
2.3 Keselamatan dalam Pemakaian Herbisida
Sebelum
memakai bahan kimia, termasuk juga herbisida intruksi yang ada dalam
pembungkus/botolnya harus dibaca dan dimengerti, dua hal yang harus
diperhatikan dalam pemakaian herbisida, yaitu :
2.3.1 Penyimpanan
Gudang
untuk menyimpan herbisida harus tersendiri. Tempat itu harus panas sehingga
tidak membekukan bahan emulsi dalam formulasi. Harus disediakan alat pemadam
kebakaran dan dilaran merokok di dekat gudang tersebut (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.3.2 Pemakaian
Pemakaianyang
keliru akan menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu sebelum memakai
herbisida harus diketahui informasi sebanyak-banyaknya dari herbisida tersebut
dan dibaca/dihayati seluruh intruksi yang ada dalam pembungkus/botol. Langkah
umum yang biasa harus dipatuhi adalah :
·
Jangan menyemprot dalam
angin kencang
·
Penggunaan nosel yang
agak besar agar droplet tidak terlalu kecil
·
Pakai tekanan serendah
mungkin
·
Pakai pakaian semprot,
sarung tangan, gogels, respirator, dan sebagainya, dan mandilah setelah
menyemprot.
·
Buang sisa herbisida di
dalam lubang yang khusus
·
Setelah dipakai,
alat-alat harus dicuci dengan aseton (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.4 Tehnik Pemakaian Herbisida
Pemilihan herbisida
untuk suatu masalah gulma pada suatu tanaman budidaya memerlukan kecakapan
tertentu. Para administratur perkebunan mungkin sudah mempunyai kecakapan ini,
atau dapat pula minta saran dari perusahaan agro-kimia atau petugas balai penelitian,
atau mencari informasi dari pustaka (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).Menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984) para administratur kebun dalam hal ini perlu tahu
teknik pemakaian herbisida yang baik, diantaranya adalah :
2.4.1 Selektivitas
Salah satu pertimbangan pemakaian
herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan
gulma tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Faktor yang mempengaruhi
selektivitas antara lain :
1. jenis
herbisida (dipakai lewat akar atau daun)
2. volume
semprotan, volume yang terlalu besar akan menyebabkan kurangnya efektivitas
melalui aliran permukaan, sebaliknya dengan volume yang terlalu kecil mungkin
butiran semprotan tidak merata.
3. Ukuran
butiran semprotan, butiran yang terlalu besar akan terpental dari daun dan
jatuh ke tanah, sedangkan butiran yang terlalu kecil akan terbawa oleh angin,
menyebabkan driftdan meracuni tanaman
sekitarnya.
4. Maksud
penyemprotan. Apakah disemprot seluruhnya, penyemprotan terarah atau hanya
spot, atau larikan, dan sebagainya.
5. Waktu
pemakaian, apakah pra-tumbuh, pasca-tumbuh, atau pra-tanam.
2.4.2 Alat Pemakaian
Variasi
alat untuk memakai herbisida amat luas, tetapi biasanya dapat dikategorikan
sebagai :
1) Alat
Semprot (spayer), yaitu untuk
menyemprot herbisida dalam cairan.
·
Spayer
punggung, dioperasikan dengan tangan
·
Spayer
punggung, dioperasikan dengan mesin
·
Spayer
diatas traktor
·
Spayer
dengan pesawat terbang
·
Spayer
dengan CDA (controlled droplet application)
·
Spayer
dengan sistem elektrostatik, dan
sebagainya.
2) Alat
penyebar butiran (granular)
3) Alat
pengusap gulma (weed wipers)
4) Alat
penyebar dengan irigasi
2.5 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Herbisida
2.5.1 Keuntungan Penggunaan Herbisida
Herbisida merupakan alat yang
canggih dalam pengendalian gulma, serta memberukan keuntungan lebih dalam
pemakaiannya. Adapun keuntungan yang diberikan oleh herbisida adalah sebagai
berikut Sukman (2002):
a) Dapat
menggendalikan gulma sebelum mengganggu.
b) Dapat
mencegah kerusakan perakaran tanaman
c) Lebih
efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar
d) Dapat
menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa.
2.5.2 Kerugian Penggunaan Herbisida
Kelemahan atau kerugian penggunaan herbisida antara lain adalah
herbisida dapat menimbulkan:
a)
species
gulma yang resisten, akibat penggunaan yang terus menerus dari satu jenis
herbisida di dalam suatu lahan, maka akan terjadi perubahan dominansi dalam
komunitas gulma dari jenis-jenis yang peka menjadi jenis-jenis yang toleran
(Sastroutomo, 1990).
b)
polusi dan
c)
residu yang
dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).
2.6 Tanah dan Herbisida
Herbisida
semakin meningkat setiap tahun seiring dengan usaha peningkatan produksi
pertanian. Kontak antara partikel tanah dan molekul herbisida dapat terjadi
dengan beberapa cara, beberapa cara herbisida bekerja di dalam tanah menurut
Tjitrosoedirdjo et al, (1984) adalah
sebagai berikut :
2.6.1 Adsorpsi
Adsorpsi
merupakan salah satu proses yang terjadi pada aplikasi herbisida dalam tanah
(Riadi, 2011). Sedangkan menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984) adsorpsi merupakan penarikan molekul herbisida ke
arah permukaan partikel tanah. Adsorpsi merupakan salah satu mekanisme yang
paling penting yang mengurangi konsentrasi larutan herbisida dalam tanah dan
beberapa herbisida yang lolos terserap (Zimdahl, 2007) : 475. Absorbsi ini
mampu menurunkan konsentrasi senyawa herbisida didalam larutan tanah sehingga
menghalangi mobilitas senyawa tersebut menuju system perairan. Senyawa
herbisida yang terabsorbsi bersifat pasif, tidak tersedia untuk proses fisik,
kimia, maupun biologi sampai terjadinya desorbsi. Bahan organic tanah diketahui
sebagai komponen tanah yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses
absorbsi dan desorbsi herbisida di dalam tanah dan lingkungan (Riadi, 2011).
Herbisida
merupakan pestisida kationik dengan kelarutan di dalam air sangat tinggi. Bahan
aktif yang terkandung dalam herbisida
merupakan pestisida kationik (divalent), sehingga berpotensi mengalami
pertukaran kation di dalam tanah. Ion paraquat dapat bereaksi dengan lebih dari
satu ion COO- koloid organic tanah. Paraquat akan bereaksi dan diikat oleh dua
gugus reaktif koloid organic tanah, mungkin oleh ion COO-, fenolat O-,
kombinasi keduanya, atau kombinasi salah satu ion tersebut dengan radikal
bebas. Semakin tinggi kandungan bahan organic tanah, semakin tinggi kandungan
gugus reaktif yang dimilikinya, semakin tinggi jumlah herbisida yang
terabsorbsi (Riadi, 2011).
Dalam adsorpsi, ada dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu : kekuatan mengikat dan tingkat mengikat.
Gambar
Tabel 2.1 membandingkan kekuatan adsorpsi beberapa herbisida umum.
Kelompok-kelompok herbisida dari yang sangat kuat ke yang lemah (Zimdahl, 2007:
476).
Selain
itu tipe tanah yang berbeda dapat mengadsorpsi jumlah herbisida yang berbeda
pula, maka pemakaian herbisida harus disesuaikan dengan kemampuan adsorpsi
tanah (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.2 Pencucian
Pencucian
adalah gerakan herbisida dengan air biasanya ke bawah, namun tidak selalu ke
bawah, yaitu ke strata tanah yang lebih dalam (Zimdahl, 2007:477;
Tjitrosoedirdjo et al, (1984).
Menurut Zimdahl (2007:477) proses
pencucian materi tergantung dari
a) Interasi
serap antara herbisida dan tanah
b) Kelarutan
dalam air, semakin besar kekarutan herbisida oleh air maka semakin besar
potensi pencucian.
c) pH
tanah, adsorpsi meningkat seiring penurunan pH dan pada pH yang rendah
herbisida akan diserap dan percucian berkurang.
d) Jumlah
air yang bergerak melalui permukaan tanah. Semakin banyak air yang bergerak
karena curah hujan, atau irigasi, semakin besar kemungkinan pencucian akan
terjadi.
e)
Suhu, pencucian akan lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.
Gambar Tabel 2.2 menunjukkan mobilitas relatif
herbisida dalam tanah, kebalikan dari gambar tabel 2.1 karena adsorpsi dan
pencucian berbanding terbalik. Semakin besar adsorpsi, semakin rendah jumlah
tercuci(Zimdahl, 2007: 479).
2.6.3 Volatilisasi
Volatilisasiatau
penguapan adalah peristiwa hilangnya suatu bahan kimia ke atmosfer dalam bentuk
gas. Tendensi herbisida untuk menguap ditentukan oleh tekanan uapnya yang
terutama dipengaruhi oleh suhu. Beberapa herbisida mempunyai tekanan uap yang
tinggi yang berarti herbisida itu amat mudah menguap, misalnya triflutalin
(Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
Konsekuensi
penguapan dapat baik atau justru merugikan. Penguapan menyebabkan hilangnya
sebagian herbisida yang dipakai, jadi mengurangi jumlah yang diserap oleh
gulma. Uap herbisida dapat juga bersifat racun terhadap tumbuhan lain yang
bukan target atau bahkan terhadap hewan dan manusia. Sebaliknya penguapan dapat
berpengaruh terhadap perkecambahan gulma yang dapat mengadsorpsi uap herbisida
dari daun (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.4 Aliran Permukaan
Hujan
lebat di atas tanah yang permeabilitasnya rendah, menyebabkan terjadinya aliran
air dipermukaan yang menghanyutkan molekul herbisida. Di tanah yang miring
erosi yang terjadi juga akan menghanyutkan molekul herbisida (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.5 Degradasi Herbisida di Tanah
Laju
degradasi herbisida dalam tanah dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, tumbuhan,
serta sifat kimia herbisida. Sifat herbisida yang dicirikan dengan sifat kimia
herisida akan bervariasi dalam hal daya
larut dalam air, adsorpsi tanah, tekanan uap, dan kepekatan degradasi secara
kimia dan mikroba. Dosis herbisida juga merupakan hal yang menjadi faktor yang
mempengaruhi laju degradasinya. Laju degradasi herbisida proporsional dengan dosis yang diberikan. Hal itu dapat
dijelaskan bahwa semakin sedikit dosis herbisida yang diberikan akan semakin
cepat terdekomposisi melalui cahaya atau semakin cepat terdegradasi oleh
mikrobia (Riadi, 2011).
Laju
degradasi herbisida dalam tanaman dapat juga dipengaruhi oleh kultivar tanaman
pada suatu lahan. Seperti yang kita ketahui bahwa adanya kultivar tanaman yang
memiliki sistem perakaran kompleks, arsitektur daun yang baik, dan sistem
percabangan yang banyak akan mempertinggi proses pengambilan atau adsorpsi
hara, air, dan termasuk herbisida yang diaplikasi melalui tanah. Fenomena ini
akan memperlihatkan bahwa kultivar tanaman yang berkanopi luas akan
mengakibatkan semakin cepat laju degradasi herbisida di dalam tanah.
Ketersediaan herbisida bergantung pada jumlah herbisida dalam larutan tanah
serta laju transportasi herbisida melalui aliran massa dan difusi ke akar atau
bagian lain (Riadi,2011).
2.6.6 Herbisida dan Bakteri Pengikat N
Pemakaian
herbisida melalui tanah pada kacang-kacangan dapat mempengaruhi bakteri pengikat
N, pertumbuahan akar dari kacangan yang abnormal karena pengaruh herbisida
tentu mempengaruhi hubungan antara bakteri kacangan ini. Trifluralin misalnya
apabila dipakai pada saat menanam kacang, maka nodulasi terhambat, tetapi
apabila dipakai 27 hari sebelum tanam dalam dosis yang normal justru
menstimulus nodulasi (Hamdi & Tewfik dalam Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
2.6.7 Herbisida dan Patogen dari Tanah
Pengaruh
herbisidaterhadap jasad renik tanah menjadi amat penting apabila jasad renik
itu patogen, yaitu jasad renik yang menyebabkan penyakit pada tanaman.
Herbisida dapat menambah banyak atau mengurangi serangan penyakit terhadap
tanaman tergantung jenis herbisidanya, jenis patogen, tanaman, dan keadaan
lingkungan (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
Tabel
1 Pangeruh beberapa herbisida terhadap serangan beberapapenyakit tanaman (+ =
tambah berat; - = mengurangi serangan)
2.6.8 Persistensi Herbisida di Tanah
Persistensi
adalah lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah yang merupakan akibat dari
penyerapan, volatilisasi, pencucian, dan degradasi biologi ataupun nonbiologi.
Pada umumnya persistensi herbisida di dalam tanah lebih pendek daripada
insektisida dan bervariasi dari beberapa minggu hingga beberapa tahun,
bergantung pada struktur dan sifat tanah
serta kandungan air dalam tanah. Herbisida persistensi rendah menandakan
lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk rendah. Dengan demikian, herbisida yang terserap
tanaman padi juga rendah sehingga hasil padi aman dikonsumsi. Tujuan percobaan
ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemakaian herbisida terhadap
pertumbuhan gulma dan hasil padi. Herbisida yang diaplikasikan merupakan
kelompok herbisida persistensi rendah yang lama aktivitas biologinya dalam
tanah pendek (Riadi, 2011).
Tabel
2 Persistensi beberapa herbisida di tanah (WSSA, 1974)
Pada
gambar tabel 2 memperlihatkan presisitensi beberapa herbisida. Data diambil
dari Amerika (WSSA, 1974), oleh karena itu untuk Indonesia mengkin angka-angka
itu lebih rendah (Tjitrosoedirdjo et al, 1984).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Herbisida
merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan, mematikan, atau
menghambat pertumbuhan gulma tanpa mengganggu tanaman pokok
· Klasifikasi
Herbisida berdasarkan waktu aplikasi Pre
plant, Pre emergence, Post emergence, berdasarkan cara
aplikasi yaitu aplikasi melalui daun dan aplikasi melalui tanah, berdasarkan
bentuk molekul yaitu herbisida anorganik dan herbisida organik, berdasarkan
cara kerja kontak & ditranslokasikan dan herbisida menurut mekanisme kerja.
· Keuntungan
Penggunaan Herbisida, dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu, dapat
mencegah kerusakan perakaran tanaman, lebih efektif membunuh gulma tahunan dan
semak belukar, dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan
perlakuan penyiangan biasa.
· Kerugian
Penggunaan Herbisida yaitu species gulma yang
resisten, polusi dan residu yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup,
2002).
DAFTAR
RUJUKAN
Lamid,
Z., Harnel, Adlis, Dan W. Hermawan. 1998. Pengkajian
Tot Dengan Herbisida Glifosat Pada Budidaya Jagung Di Lahan Kering. Pros.
Sem.
Listyobudi,
Vila Ratnasari. 2011. Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap
Pertumbuhan, Hasil Dan Kualitas Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt.).
Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Metusala,
D. 2006. Studi Waktu Aplikasi Dan Dosis
Herbisida Campuran Atrazine Dan Mesotrione Pada Pengendalian Gulma Terhadap
Hasil Dan Kualitas Hasil Jagung (Zea Mays). Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta,
Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi. 100 Hlm.
Nas. 1998. Budidaya Pertanian Otk Vi. Padang
Riadi, Muhammad. 2011. Mata Kuliah
: Herbisida Dan Aplikasinya. Jurusan
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Sastroutomo.
1990. Ekologi Gulma. Jakarta:
Gramedia. 217, 173 Hal.
Sukmana, Yernelis. 2002. Gulma Dan Teknik Pengendaliannya. Pt
Raja Grafindo Persada : Jakarta
Tritrosoedirdjo, Soekisman. Utomo,
Is Hidajat. Wiroatmodjo, Joedojono. 1984. Pengolahan
Gulma Di Perkebunan. Jakarta: Gramedia.
Zimdahl,
R.L. 1980. Weed Crop Competition.
I.P.P.C. Oregon, Usa. 18 P.
Zimdahl, Robert L. 2007. Fundamentals Of Weed Science (Third Edition).
Departemant Of Bioagricultural Science And Pest Management. Colorado State
University.
Terimaksih kasih informasinya . Sangat membantu.
BalasHapusSemangat...😘
BalasHapusMatur nuwon info nya amat sangat mmbantu
BalasHapusMaaf...
BalasHapusBagaimana cara menetralisir bawang merah yang terkena herbisida.. ? ?