TEKNIK ASEPTIK
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Matakuliah Mikrobiologi
Yang Dibina oleh Bapak
M. Noviar Dakurni
Oleh kelompok 8:
Aulia Fitri Wardani
|
120342422492
|
Hikmatunisa Afit R.
|
120342422501
|
Syifa Sundari
|
120342400173
|
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN
BIOLOGI
September
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mikrobiologi merupakan ilmu tentang
mikroorganisme, yang mencakup bermacam-macam kelompok organisme mikroskopik
yang terdapat sebagai sel tunggal maupun kelompok sel, termasuk kajian virus
yang bersifat mikroskopik meskipun bukan termasuk sel (Kusnadi, 2003)
Mikroorganisme atau mikroba adalah
organisme hidup yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diminati dengan menggunakan
mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun satu sel (uniseluler) atau ada yang
tersusun dari beberapa sel (multiseluler). Mikroorganisme terdapat dimana-mana.
Interaksinya dengan seksama mikroorganisme ataupun dengan organisme lain dapat
berlangsung dengan cara yang menguntungkan ataupun merugikan (Pratiwi, tanpa
tahun).
Teknik aseptik diperlukan selama membuat
dan mensterilkan medium kultur dalam membiakan mikroba, hal yang perlu
dipertimbangkan salah satunya adalah mempertimbangkan bagaimana cara
menghindari dari kontaminan. Kita mengerti bahwa mikroorganisme terdapat
dimana-mana dan karenanya harus sangat berhati-hati untuk mencegah masuknya
organisme yang tidak dikehendaki kedalam biakan murni.
Berlatar belakang hal yang telah di
paparkan sebelumnya, maka kami berusaha menyusun makalah yang berjudul Teknik
Aseptic yang didalamnya selain membicarakan Teknik Aseptic, juga membahas
tentang medium mikroba, cara isolasi dan membuat kultur murni, berbagaimana
perlakuan dalam mengidentikasi mikroba, juga pewarnaan gram negatif ataupun
gram positif.
B.
Tujuan
1. Memahami
tehnik aseptik dalam mikrobiologi.
2. Mengetahui
berbagaimacam media mikroba.
3. Mengetahui
cara isolasi dalam membuat kultur murni.
4. Mengetahui
teknik identifikasi mikroba.
5. Mengetahui
tehnik pengamatan mikroba.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tehnik
Aseptik
Memahami teknik mikrobiologi dalam laboratorium
diperlukan beberapa prinsip dasar teknik aseptik. Teknik aseptik adalah teknik
yang digunakan dalam pencegahan kontaminasi selama membuat dan mensterilkan medium
kultur (Kusnadi, 2003). Sebelum membiakkan mikroba hal yang pertama kali
dilakukan adalah melakukan sterilisasi media segera setelah disipakan yang
biasanya dipanaskan. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan mikroba dari
kontaminan, sehingga bahan dan semua alat labiratorium harus steril. Untuk
mensterilkan alat dan bahan menggunkan teknik sterilisasi.
Sterilisasi sangat dibutuhkan untuk inaktivasi total
seluruh bentuk kehidupan mikroba, yang berkaitan dengan kemampuan reproduksi
mikroba. Desinfektan adalah sterilisasi kimia yang merupakan salah satu
germisida berupa bahan yang mampu membunuh mikroba penyebab infeksi (Kusnadi,
2003). Selain itu juga terdapat antiseptik yaitu kemampuan suatu bahan
antimikroba yang dapat menghambat (inaktivasi) atau mematikan mikroorganisme
dengan cara kimiawi. Antimikroba yang menghambat tersebut adalah bakteriostatik
(Darkuni, tanpa tahun).
B.
Media
Mikroba
Medium merupakan bahan yang digunakan untuk
menumbuhakan mikroorganisme. Suatu medium yang dibutuhkan mikroorganisme
setidaknya mencangkaup kebutuhan dasar, yaitu air, karbon, energi, mineral, dan
faktor tumbuh (Hadiutomo, 1990). Selain itu menurut Tarigan (1988) unsur
makanan pada medium dapat berupa senyawa organik seperti protein, pepton, asam
amino, dan vitamin serta garam-garam anorganik yang diperlukan untuk
pertumbuhan mikroba. Medium mikroba yang akan digunakan harus mempunyai
kelembaban dan mengandung oksigen yang cukup serta pHnya harus disesuaikan,
selain itu Tarigan (1988) menyebutkan terdapat beberapa mikroorganisme yang
cocok pada medium dengan kriteria tertentu sehingga dari hal tersebut terdapat
berbagai jenis atau macam-macam mikroba berdasarkan:
a. Konsistensi
atau sifat fisik, media dapat dibagi menjadi 3 yaitu,
1) Media
padat, contohnya media kentang, nasi, wortel, dan lainnya.
2) Media
cair, yaitu media yang berbentuk cair misalnya media susu, nutrient broth
(bouilon daging), glukosa pepton dan lainnya.
3) Media
semi padat (semi solid media), yaitu suatu media yang dapat berbentuk padat,
apabila suhunya dingin dan dapat berbentuk cair apabila suhunya panas. Biasanya
media ini dibubuhi atau ditambah agar-agar sebagai bahan pemadat.
b. Komposisi
atau susunannya dibagi menjadi:
1) Media
sintesis adalah media yang telah diketahui dengan pasti susunan kimianya, contohnya:
CaCl2 0,002 gram.
2) Media
nonsintesis adalah media yang tidak diketahui dengan pasti susunan kimianya
atau bahan-bahan alami, contohnya telur, nutrien kaldu, dll
3) Media
campuran (sintesis dan bahan alami) yaitu dengan mencampurkan bahan alami
dengan bahan sintesis, misalnya tauge agar yang terbuat dari tauge 100 gram,
sukrosa 60 gram, air suling 1000 ml, dan agar 15 gram.
4) Sifatnya,
dapat dibagi menjadi:
·
Media umum, yaitu suatu
media yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan bermacam-macam
mikroba
·
Media khusus, yaitu
media yang hanya dapat digunakan untuk menumbuhkan satu macam mikroba saja.
Contohnya adalah endogar yang khusus untuk media Escherichia coli, tetapi sebenarnya ada juga bakteri lain yang
tumbuh.
·
Media eksklusif, yaitu
media yang dapat ditumbuhi satu jenis bakteri, sedangkan bakteri lain akan
mati.
c. Fungsi
dan aplikasinya dibagi menjadi:
1) Menurut
(Hadiutomo, 1990) media selektif adalah media yang dapat memberi nutrien yang
cukup untuk pertumbuhan satu jenis mikroba tertentu dan mungkin dapat
menghambat pertumbuhan mikroba lain yang tidak diharapkan. Contoh media
selektif adalah sebagai berikut:
·
Endo agar merupakan
medium padat yang mengandung natrium sulfit dan basic fuchsin yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Biasanya digunakan untuk
menumbuhkan bakteri yang hidup di usus.
·
Mannitol salt agar
yaitu medium yang mengandung 7,5% NaCl yang dapat menghambat pertumbuhan
kebanyakan bakteri selain Streptococcus.
·
Selenite broth adalah
medium yang digunakan untuk mengadakan isolasi spesies Salmonella dari spesimen seperti urin dan feses
2) Media
diferensiasi adalah media atau medium yang mengandung zat-zat kimia tertentu
yang memungkinkan pengamat dapat membedakan berbagai tipe bakteri (Hadiutomo,
1990).
·
Eosin methylene blue
(EMB) yaitu medium bentuk padat yang digunakan untuk isolasi serta mendeteksi Enterobacteriaceae dan campuran
spesies-spesies bakteri bentuk batang koliform.
·
Blood agar adalah
medium yang digunakan untuk membedakan beberapa bakteri patogen, misalnya Streptococcus.
·
DCA
(Deoxycholate-citrate agar) merupakan medium untuk mengadakan isolasi anggota
dari spesies Enterobacteriaceae dari
kultur campuran.
·
TCI (Triple sugar iron
agar) yaitu medium yang dirancang untuk membedakan genera Enterobacteriaceae berdasarkan pola fermentasi dan penghasilan
hidrogen sulfida.
3) Media
penguji (assai media) adalah media yang digunakan untuk pengujian vitamin, asam
amino, dan antibiotic.
4) Media
untuk perhitungan (eneumeration) bakteridigunakan untuk menghitung jumlah
bakteri yang terdapat di dalam bahan.
C.
Cara
Isolasi dan Kultur Murni
Karakteristik mikroorganisme dapat
dipelajari dengan baik jika seseorang memiliki biakan murni (kultur murni).
Biakan murni merupakan suatu kultur yang terdiri dari satu macam
mikroorganisme. Untuk memperoleh kultur murni, kita harus dapat menumbuhkan
mikroorganisme di labolatorium. Untuk kebutuhan tersebut harus tersedia nutrisi
dan keadaan lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Hal ini juga penting
untuk mencegah masuknya organisme lain ke dalam kultur, seperti organisme yang
tidak diinginkan yang disebut kontaminan, yang terdapat dimana-mana (Kusnadi,
2003).
Untuk memudahkan pengamatan
diperlukan adanya pemeliharaan atau biakan bakteri, sehingga sewaktu-waktu
perlu, bakteri itu sudah tersedia. Piaraan dapat disimpan di dalam lemari es
untuk waktu yang lama. Supaya kita mendapatkan satu spesies saja dalam satu
piaraan, maka diperlukan piaraan murni (pure
culture/ kultur murni). Piaraan murni dapat diperoleh dari piaraan campuran
(mixed culture).
1.
Medium
Biakan
Mikroorganisme dapat dibiakkan
dalam air yang sudah ditambah dengan nutrien yang sesuai. Medium biakan adalah
larutan encer yang mengandung nutrient penting, yang menyediakan kebutuhan bagi
sel mikroba supaya dapat tumbuh dan menghasilkan banyak sel yang serupa.
Disamping sumber energi berupa senyawa organik dan anorganik atau cahaya,
medium biakan harus memiliki sumber karbon, nitrogen, dan nutrient penting
lainnya. Media partumbuhan atau
pembiakan yang dinamakan dengan medium merupakan substrat atau bahan nutrisi
yang diperlukan mikroba untuk pertumbuhannya, digunakan untuk menumbuhkannya,
memperbanyak, menguji sifat fisiologis, dan menghitung jumlah mikroba. Komponen
dasar medium disesuaikan dengan jenis nutrisi yang diperlukan oleh mikroba
tersebut. Pengetahuan tentang habitat normal mikroorganisme sangat membantu
dalam pemilihan media yang cocok untuk pertumbuhan mokroorganisme di
labolatorium.
Medium biakan dapat disiapkan dalam
keadaan cair maupun gel (semi padat). Dari cair dapat diubah menjadi padat
dengan penambahan agar. Medium biakan yang mengandung agar dapat disimpan
menjadi padat dengan penambahan agar. Medium biakan yang mengandung agar dapat
disimpan dalam bentuk lempeng pada cawan petri tertutup, dimana sel mikroba
dapat tumbuh dan membentuk massa yang terlihat sebagai koloni sel. Disamping
itu media biakan yang mengandung agar dapat pula disimpan dalam tabung reaksi
dengan kemiringan tertentu, dimana sel mikroba dapat tumbuh dengan memberikan
karakteristik pertumbuhan yang khas.
2.
Konsep
Biakan Murni
Medium agar merupakan substrat yang
baik untuk memisahkan campuran mikroba sehingga masing-masing jenis dapat
terpisah. Teknik yang sering digunakan untuk menumbuhkan mikroba pada medium
agar diharapkan mikroba tersebut dapat tumbuh agar berjauhan sekelompok masa
sel yang dapat dilihat dengan mata langsung.
Jika kita pertama kali mengadakan
piaraan, biasanya yang kita peroleh itu adalah suatu piaraan campuran. Misal,
kita ambil bahan (sampel) dari udara, dari tanah, dari kotoran, kalau bahan itu
kita sebarkan pada medium steril, akan tumbuhlah beraneka koloni yang
masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas. Jika kita mengambil bahan dari
salah satu koloni tersebut, kemudian bahan kita tanam pada medium baru yang
steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni, asalkan pekerjaan
pemindahan itu dilakukan dengan cara yang cermat menurut teknik aseptic, yaitu
menggunakan alat-alat yang steril dan aturan-aturan laboratorium tertentu.
Piaran yang kita peroleh dengan jalan demikian kita sebut piaraan pertama (primary culture), dan sifatnya murni.
Piaraan semacam ini dapat disimpan, tetapi tiap waktu-waktu tertentu harus
diadakan peremajaan dengan memidahkannya ke medium baru. Piaraan yang diperoleh
dari piaraan pertama disebut piaraan turunan (sub-culture).
Ada piaraan spesies bakteri yang
sewaktu-waktu, yaitu tiap 2 atau 3 bulan sekali, perlu diremajakan, meskipun
piaraan itu selalu disimpan di dalam lemari es. Untuk meremajakan piaraan itu
caranya sama dengan yang telah diceritakan sebelumnya yaitu memindahkan bibit
dari koloni yang lama kepada medium yang baru. Setelah bibit baru itu dibiarkan
tumbuh beberapa jam dalam temperature biasa (250 - 270), koloni baru ini dimasukkan
dalam almari es, untuk diperbaharui 2
atau 3 bulan lagi.
D. Cara Identifikasi dan
Teknik Pengamatan Mikroba
Cara Identifikasi
Mikroorganisme
biasanya mencakup semua prokariota, protista dan alga renik. Fungi, terutama
yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai
bagiannya meskipun banyak yang tidak menyepakatinya.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa yang dapat dianggap mikroorganisme adalah
semua organisme sangat kecil yang dapat dibiakkan dalam cawan petri atau inkubator
di dalam laboratorium dan mampu memperbanyak diri secara mitosis (Hadiutomo,
1990).
Dibutuhkan alat
bantu untuk melihat bentuk dari mikroorganisme, alat yang biasanya digunakan
adalah mikroskop. Namun untuk mempelajari mikrobiologi secara detail digunakan metode
identifikasi mikroba. Identifikasi mikroba berguna untuk mempelajari secara
detail karakter fisik, kimiawi, dan bologis mikroba sehingga dapat diketahui
dan dimanfaatkan secara optimal. Identifikasi merupakan kegiatan utama dalam
kegiatan untuk membuat klasifikasi atau taksonomi. Berdasarkan klasifikasi dan
taksonomi keanekaragaman hayati makhluk hidup dapat dipelajari dan dipahami
dengan lebih mudah dan utuh (Hadiutomo, 1990).
Menurut Kusnadi (2003), untuk mengetahui darimana
dimulai identifikasi suatu organisme, diperlukan jumlah minimum informasi yang
menyangkut :
a. Ukuran,
bentuk dan susunan organisme
b. Reaksi
pewarnaan gram
c. Jika
dapat bergerak, tipe flagela (apakah flagela berada hanya pada ujung batang,
atau tersebar di seluruh tubuh organisme), serta
d. Ukuran
keseluruhan dan penampilan koloni bakteri
Dengan
pengamatan minimal ini kadang-kadang dimungkinkan untuk menentukan termasuk
dalam bagian suku apa organisme yang belum diketahui itu, bahwa kadang-kadang
marga yang tepat dapat ditentukan.
Identifikasi marga dan jenis lebih lanjut memerlukan
informasi biokimia. Informasi biokimia khas yang diperlukan untuk menetapkan
gula apa yang dicernakan, apakah organisme yang tidak diketahui itu merombak
gelatin atau urea, atau bahkan apakah organisme itu dapat hidup dalam medium
yang mengandung garam amonium sebagai satu-satunya sumber nitrogen. Tidaklah
mungkin untuk mengetahui banyak informasi yang khas ini diperlukan untuk
identifikasi lengkap hingga orang dapat menentukan termasuk bagian hierarki
yang mana organisme itu. Dalam beberapa kasus hal ini adalah sederhana (Kusnadi,
2003)
Uji-uji imunologi juga digunakan dalam identifikasi
akhir bakteri tertentu. Satu uji melibatkan percampuran antiserum dengan
mengetahui apakah bakteri tersebut menggumpal. Sebagai contoh dapat dibahas
pada penyakit demam tifus. Darah orang yang sembuh dari demam tifus mengandung
substansi yang menyebabkan bakteri Salmonella
typhii menggumpal. Antibodi khusus ini tidak atau sedikit berpengaruh pada
bakteri lain.
Teknik Pengamatan
Mikrobia
Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut
jenisnya, tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Di dalam
laboratorium populasi bakteri inidapat diisolasi menjadi kultur murni yang
terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat dan kemampuan
biokimiawinya. Tidak
semua mikroorganisme mempunyai zat warna. Mikroorganisme yang tidak berwarna
dapat ditembus cahaya, sehingga sukar diamati. Oleh karena itu diperlukan
pewarnaan. Tujuan pewarnaan terhadap mikroorganisme ialah untuk :
1. mempermudah
melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, maupun fungi.
2. memperjelas
ukuran dan bentuk jasad
3. melihat struktur
luar dan kalau memungkinkan struktur dalam jasad.
4. melihat reaksi
jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat
fisik
dan kimia dapat diketahui ( Hadiutomo, 1990).
Langkah-langkah
utama teknik pewarnaan
1.
Pembuatan olesan bakteri, olesan bakteri tidak boleh terlalu tebal atau
tipis
2.
Fiksasi, dapat dilakukan secara pemanasan atau dengan aplikasi bahan
Kimia seperti sabun, formalin, fenol.
3.
Aplikasi zat warna : tunggal, atau lebih dari 1 zat warna
Teknik pewarnaan bakteri, dapat
dibedakan menjadi :
1.
Pewarnaan Sederhana (1
zat warna) untuk melihat bentuk dan susunan
sel
2.
Pewarnaan Diferensial
(lebih dari 1 zat warna) untuk melihat bentuk
Susunan dan sifat sel. Beberapa
contoh pewarnaan diferensial :
(a) Pewarnaan Gram àdinding
sel
(b) Pewarnaan Tahan Asam à dinding
sel
(c) Pewarnaan untuk melihat Struktur flagel,
kapsul, spora, Inti
Pewarnaan khusus atau
biasa disebut pewarnaan diferensial adalah pewarnaan yang digunakan untuk
melihat salah satu struktur sel. Ada beberapa macam metode pewarnaan yaitu :
a.
Pewarnaan
Gram
Kegiatan
identifikasi adalah menentukan nama hewan atau tumbuhan dengan benar dan
menempatkannya di dalam sistem klasifikasi hewan dan tumbuhan. Salah satu
tahapan untuk mengidentifikasi mikroba adalah Sifat Kimiawi , yaitu dengan
Pengecatan Gram. Pengecatan Gram adalah suatu cara untuk "mengecat"
atau "mewarnai" sel agar terlihat di bawah mikroskop. Metode
pengecatan tersebut pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884.
Dengan metode pengecatan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri
terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh
komposisi dinding selnya. Oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa dilakukan
pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp.
Berdasarkan
sifat terhadap cat Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan dasar
perbedaan ini yaitu :
1. Teori Salton
Teori ini
berdasarkan kadar lipid yang tinggi (20 %) di dalam dinding sel
bakteri Gram negatif. Zat lipid ini
akan larut selama pencucian dengan alkohol. Pori-pori pada dinding sel membesar,
sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi
tidak berwarna. Bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada dinding
selnya akibat pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku, pori pori
mengecil sehingga kompleks kristal yodium yang berwarna ungu dipertahankan dan bakteri
akan tetap berwarna ungu (Kusnadi, 2003).
2. Teori permeabilitas dinding sel
Teori ini
berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri
Gram positif mempunyai susunan dinding yang kompak dengan lapisan peptidoglikan
yang terdiri dari 30 lapisan. Permeabilitas dinding sel kurang, dan kompleks
kristal yodium tidak dapat keluar. Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan
yang tipis, hanya 1 – 2 lapisan dan susunan dinding selnya tidak kompak.
Permeabilitas dinding sel lebih besar sehingga masih memungkinkan terlepasnya
kompleks kristal yodium (Kusnadi, 2003).
b.
Pewarnaan
spora
Spora pada bakteri merupakan
struktur yang tahan panas dan tahan bahan kimia. Spora dibentuk oleh bakteri
tertentu untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi bakteri
tersebut. Contohnya pada Clostridium,
Thermoactinomycetes, Sporosarcina, dan lain-lain. Dalam lingkungan yang
menguntungkan spora bergerminasi menjadi sel vegetatif, dan bila lingkungan
tidak menguntungkan sel vegetatif berubah menjadi spora (Waluyo, 2004).
Spora tahan terhadap suhu dan bahan
kimia yang mematikan sel vegetatif. Contohnya spora Clostridium botulinum.
Lapisan bagian luar spora merupakan lapisan penahan yang baik terhadap bahan
kimia, sehingga spora sulit diwarnai. Spora bakteri dapat diwarnai dengan cara
dipanaskan. Pemanasan ini menyebabkan lapisan spora membengkak sehingga zat
warna dapat masuk. Bahan yang digunakan untuk pewarnaan spora dapat memakai
larutan hijau malakhit dan larutan safranin (Waluyo, 2004).
c.
Pewarnaan
Kapsula
Kapsula merupakan lapisan yang
melekat di luar dinding sel yang terdiri dari polisakarida atau polipeptida
dengan ketebalan 1-2 µ m. Kapsula berfungsi untuk melekatkan diri pada
permukaan dan melindungi bakteri dari sel-sel fagosit (Dwidjoseputro, 1978).
Beberapa bakteri menyebabkan
penyakit kemampuannya mensintesis kapsul. Baccilus
anthracis , penyebab radang limpa pada ternak dan karbunkel pada manusia
dapat mensintesis kapsula polipetida. Lapisan kapsul cukup tebal sehingga dapat
dilihat dengan mikroskop cahaya, namun demikian sulit diwarnai sehingga perlu
diberi pewarnaan khusus. Pada pewarnaan negatif latar belakangnya yang diwarnai
zat negatif sedangkan bakterinya diwarnai dengan zat warna basa. Kapsula tidak
menyerap warna sehingga terlihat lapisan terang-tembus dengan latar belakang
yang berwarna. Salah satu pewarnaan kapsula menurut Raebiger menggunakan
larutan formo-gentian violet Raebiger (Waluyo, 2004).
d.
Pewarnaan
Flagela
Flagela merupakan salah
satu struktur yang digunakan bakteri untuk bergerak. Ketebalan flagela sekitar
0,025µm sehingga sulit terlihat oeh mikroskop cahaya. Penataan flagela
merupakan ciri bakteri yang digunakan untuk identifikasi. Untuk melihat flagela
digunakan cara khusus. Penambahan bahan kimia berupa larutan mordan yang
berguna untuk membengkakkan flagela sehingga dapat dilihat dengan mikroskop
cahaya (Waluyo, 2004).
e.
Pewarnaan
Badan Inklusi
Beberapa bakteri dapat
mensintesis bahan inklusi atau granula yang disimpan dalam sitoplasma. Granula
ini merupakan cadangan bahan makanan dan merupakan sumber karbon dan energi
yang siap pakai. Dalam sel bakteri badan inklusi berupa granula metakromatik
merupakan polimer fosfat yang ditemukan pada beberapa bakteri merupakan
cadangan makanan untuk proses biosintesis. Granula metakromatik adalah cara sel
bakteri menyimpan kelebihan ion fosfat dalam sel dan hal ini sering ditemukan
pada genus Bacillus dan Cyanobacter dan dapat digunakan sebagai
salah satu ciri untuk identifikasi (Dwidjoseputro, 1978).
Granula dapat diwarnai dengan
larutan biru-toluidin 1% sedangkan pencucian dengan larutan H2SO4.
Larutan lugol diberikan untuk mneingkatkan afinitas zat warna, sedangkan zat
warna pembeda adalah eosin Y 1%. Pewarnaan ini menyebabkan granula berwarna hitam
dan sitoplasma berwarna merah muda (Waluyo, 2004).
f.
Pewarnaan Tahan Asam
Mewarnai
genus mycobacterium, spesies spesies tertentu dari genus nocardia Prinsip
: zat lipoid dinding sel bakteri-bakteri di atas tebal , sulit ditembus zat
warna, tetapi sudah terwarnai sulit dicuci dengan etanol. Tahapan :
1. Warna dasar : karbol fuchsin +
pemanasan
2. Pencucian : alkohol asam ( 3% HCl
dalam 95% etanol)
3. Pembanding : metilen biru
hasil : Mycobacterium dan Nocardia
berwarna merah bakteri lain biru
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
B.
Saran
DAFTAR RUJUKAN
Darkuni, Noviar M.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:
Penerbit Djambatan. Hadiutomo, R.S.
1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.
Institut Pertanian Bogor
Kusnadi, dkk. 2003. Common Text Book Mikrobiologi. Bandung: JICA-IMSTEP, DGHE, dan FPMIPA UPI
Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK
Waluyo,
Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang
: UMM Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar