Kamis, 05 Maret 2015

TEKNIK ASEPTIK MIKROBIOLOGI



TEKNIK ASEPTIK





MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi
Yang Dibina oleh Bapak M. Noviar Dakurni





Oleh kelompok 8:
Aulia Fitri Wardani
120342422492
Hikmatunisa Afit R.
120342422501
Syifa Sundari
120342400173






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mikrobiologi merupakan ilmu tentang mikroorganisme, yang mencakup bermacam-macam kelompok organisme mikroskopik yang terdapat sebagai sel tunggal maupun kelompok sel, termasuk kajian virus yang bersifat mikroskopik meskipun bukan termasuk sel (Kusnadi, 2003)
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diminati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun satu sel (uniseluler) atau ada yang tersusun dari beberapa sel (multiseluler). Mikroorganisme terdapat dimana-mana. Interaksinya dengan seksama mikroorganisme ataupun dengan organisme lain dapat berlangsung dengan cara yang menguntungkan ataupun merugikan (Pratiwi, tanpa tahun).
Teknik aseptik diperlukan selama membuat dan mensterilkan medium kultur dalam membiakan mikroba, hal yang perlu dipertimbangkan salah satunya adalah mempertimbangkan bagaimana cara menghindari dari kontaminan. Kita mengerti bahwa mikroorganisme terdapat dimana-mana dan karenanya harus sangat berhati-hati untuk mencegah masuknya organisme yang tidak dikehendaki kedalam biakan murni.
Berlatar belakang hal yang telah di paparkan sebelumnya, maka kami berusaha menyusun makalah yang berjudul Teknik Aseptic yang didalamnya selain membicarakan Teknik Aseptic, juga membahas tentang medium mikroba, cara isolasi dan membuat kultur murni, berbagaimana perlakuan dalam mengidentikasi mikroba, juga pewarnaan gram negatif ataupun gram positif.
B.     Tujuan
1.      Memahami tehnik aseptik dalam mikrobiologi.
2.      Mengetahui berbagaimacam media mikroba.
3.      Mengetahui cara isolasi dalam membuat kultur murni.
4.      Mengetahui teknik identifikasi mikroba.
5.      Mengetahui tehnik pengamatan mikroba.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tehnik Aseptik
Memahami teknik mikrobiologi dalam laboratorium diperlukan beberapa prinsip dasar teknik aseptik. Teknik aseptik adalah teknik yang digunakan dalam pencegahan kontaminasi selama membuat dan mensterilkan medium kultur (Kusnadi, 2003). Sebelum membiakkan mikroba hal yang pertama kali dilakukan adalah melakukan sterilisasi media segera setelah disipakan yang biasanya dipanaskan. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan mikroba dari kontaminan, sehingga bahan dan semua alat labiratorium harus steril. Untuk mensterilkan alat dan bahan menggunkan teknik sterilisasi.
Sterilisasi sangat dibutuhkan untuk inaktivasi total seluruh bentuk kehidupan mikroba, yang berkaitan dengan kemampuan reproduksi mikroba. Desinfektan adalah sterilisasi kimia yang merupakan salah satu germisida berupa bahan yang mampu membunuh mikroba penyebab infeksi (Kusnadi, 2003). Selain itu juga terdapat antiseptik yaitu kemampuan suatu bahan antimikroba yang dapat menghambat (inaktivasi) atau mematikan mikroorganisme dengan cara kimiawi. Antimikroba yang menghambat tersebut adalah bakteriostatik (Darkuni, tanpa tahun).
B.     Media Mikroba
Medium merupakan bahan yang digunakan untuk menumbuhakan mikroorganisme. Suatu medium yang dibutuhkan mikroorganisme setidaknya mencangkaup kebutuhan dasar, yaitu air, karbon, energi, mineral, dan faktor tumbuh (Hadiutomo, 1990). Selain itu menurut Tarigan (1988) unsur makanan pada medium dapat berupa senyawa organik seperti protein, pepton, asam amino, dan vitamin serta garam-garam anorganik yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba. Medium mikroba yang akan digunakan harus mempunyai kelembaban dan mengandung oksigen yang cukup serta pHnya harus disesuaikan, selain itu Tarigan (1988) menyebutkan terdapat beberapa mikroorganisme yang cocok pada medium dengan kriteria tertentu sehingga dari hal tersebut terdapat berbagai jenis atau macam-macam mikroba berdasarkan:
a.       Konsistensi atau sifat fisik, media dapat dibagi menjadi 3 yaitu,
1)      Media padat, contohnya media kentang, nasi, wortel, dan lainnya.
2)      Media cair, yaitu media yang berbentuk cair misalnya media susu, nutrient broth (bouilon daging), glukosa pepton dan lainnya.
3)      Media semi padat (semi solid media), yaitu suatu media yang dapat berbentuk padat, apabila suhunya dingin dan dapat berbentuk cair apabila suhunya panas. Biasanya media ini dibubuhi atau ditambah agar-agar sebagai bahan pemadat.
b.      Komposisi atau susunannya dibagi menjadi:
1)      Media sintesis adalah media yang telah diketahui dengan pasti susunan kimianya, contohnya: CaCl2 0,002 gram.
2)      Media nonsintesis adalah media yang tidak diketahui dengan pasti susunan kimianya atau bahan-bahan alami, contohnya telur, nutrien kaldu, dll
3)      Media campuran (sintesis dan bahan alami) yaitu dengan mencampurkan bahan alami dengan bahan sintesis, misalnya tauge agar yang terbuat dari tauge 100 gram, sukrosa 60 gram, air suling 1000 ml, dan agar 15 gram.
4)      Sifatnya, dapat dibagi menjadi:
·         Media umum, yaitu suatu media yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan bermacam-macam mikroba
·         Media khusus, yaitu media yang hanya dapat digunakan untuk menumbuhkan satu macam mikroba saja. Contohnya adalah endogar yang khusus untuk media Escherichia coli, tetapi sebenarnya ada juga bakteri lain yang tumbuh.
·         Media eksklusif, yaitu media yang dapat ditumbuhi satu jenis bakteri, sedangkan bakteri lain akan mati.
c.       Fungsi dan aplikasinya dibagi menjadi:
1)      Menurut (Hadiutomo, 1990) media selektif adalah media yang dapat memberi nutrien yang cukup untuk pertumbuhan satu jenis mikroba tertentu dan mungkin dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain yang tidak diharapkan. Contoh media selektif adalah sebagai berikut:
·         Endo agar merupakan medium padat yang mengandung natrium sulfit dan basic fuchsin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Biasanya digunakan untuk menumbuhkan bakteri yang hidup di usus.
·         Mannitol salt agar yaitu medium yang mengandung 7,5% NaCl yang dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri selain Streptococcus.
·         Selenite broth adalah medium yang digunakan untuk mengadakan isolasi spesies Salmonella dari spesimen seperti urin dan feses
2)      Media diferensiasi adalah media atau medium yang mengandung zat-zat kimia tertentu yang memungkinkan pengamat dapat membedakan berbagai tipe bakteri (Hadiutomo, 1990).
·         Eosin methylene blue (EMB) yaitu medium bentuk padat yang digunakan untuk isolasi serta mendeteksi Enterobacteriaceae dan campuran spesies-spesies bakteri bentuk batang koliform.
·         Blood agar adalah medium yang digunakan untuk membedakan beberapa bakteri patogen, misalnya Streptococcus.
·         DCA (Deoxycholate-citrate agar) merupakan medium untuk mengadakan isolasi anggota dari spesies Enterobacteriaceae dari kultur campuran.
·         TCI (Triple sugar iron agar) yaitu medium yang dirancang untuk membedakan genera Enterobacteriaceae berdasarkan pola fermentasi dan penghasilan hidrogen sulfida.
3)      Media penguji (assai media) adalah media yang digunakan untuk pengujian vitamin, asam amino, dan antibiotic.
4)      Media untuk perhitungan (eneumeration) bakteridigunakan untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat di dalam bahan.



C.    Cara Isolasi dan Kultur Murni
Karakteristik mikroorganisme dapat dipelajari dengan baik jika seseorang memiliki biakan murni (kultur murni). Biakan murni merupakan suatu kultur yang terdiri dari satu macam mikroorganisme. Untuk memperoleh kultur murni, kita harus dapat menumbuhkan mikroorganisme di labolatorium. Untuk kebutuhan tersebut harus tersedia nutrisi dan keadaan lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Hal ini juga penting untuk mencegah masuknya organisme lain ke dalam kultur, seperti organisme yang tidak diinginkan yang disebut kontaminan, yang terdapat dimana-mana (Kusnadi, 2003).
Untuk memudahkan pengamatan diperlukan adanya pemeliharaan atau biakan bakteri, sehingga sewaktu-waktu perlu, bakteri itu sudah tersedia. Piaraan dapat disimpan di dalam lemari es untuk waktu yang lama. Supaya kita mendapatkan satu spesies saja dalam satu piaraan, maka diperlukan piaraan murni (pure culture/ kultur murni). Piaraan murni dapat diperoleh dari piaraan campuran (mixed culture).
1.      Medium Biakan
Mikroorganisme dapat dibiakkan dalam air yang sudah ditambah dengan nutrien yang sesuai. Medium biakan adalah larutan encer yang mengandung nutrient penting, yang menyediakan kebutuhan bagi sel mikroba supaya dapat tumbuh dan menghasilkan banyak sel yang serupa. Disamping sumber energi berupa senyawa organik dan anorganik atau cahaya, medium biakan harus memiliki sumber karbon, nitrogen, dan nutrient penting lainnya. Media partumbuhan atau pembiakan yang dinamakan dengan medium merupakan substrat atau bahan nutrisi yang diperlukan mikroba untuk pertumbuhannya, digunakan untuk menumbuhkannya, memperbanyak, menguji sifat fisiologis, dan menghitung jumlah mikroba. Komponen dasar medium disesuaikan dengan jenis nutrisi yang diperlukan oleh mikroba tersebut. Pengetahuan tentang habitat normal mikroorganisme sangat membantu dalam pemilihan media yang cocok untuk pertumbuhan mokroorganisme di labolatorium.
Medium biakan dapat disiapkan dalam keadaan cair maupun gel (semi padat). Dari cair dapat diubah menjadi padat dengan penambahan agar. Medium biakan yang mengandung agar dapat disimpan menjadi padat dengan penambahan agar. Medium biakan yang mengandung agar dapat disimpan dalam bentuk lempeng pada cawan petri tertutup, dimana sel mikroba dapat tumbuh dan membentuk massa yang terlihat sebagai koloni sel. Disamping itu media biakan yang mengandung agar dapat pula disimpan dalam tabung reaksi dengan kemiringan tertentu, dimana sel mikroba dapat tumbuh dengan memberikan karakteristik pertumbuhan yang khas.
2.      Konsep Biakan Murni
Medium agar merupakan substrat yang baik untuk memisahkan campuran mikroba sehingga masing-masing jenis dapat terpisah. Teknik yang sering digunakan untuk menumbuhkan mikroba pada medium agar diharapkan mikroba tersebut dapat tumbuh agar berjauhan sekelompok masa sel yang dapat dilihat dengan mata langsung.
Jika kita pertama kali mengadakan piaraan, biasanya yang kita peroleh itu adalah suatu piaraan campuran. Misal, kita ambil bahan (sampel) dari udara, dari tanah, dari kotoran, kalau bahan itu kita sebarkan pada medium steril, akan tumbuhlah beraneka koloni yang masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas. Jika kita mengambil bahan dari salah satu koloni tersebut, kemudian bahan kita tanam pada medium baru yang steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni, asalkan pekerjaan pemindahan itu dilakukan dengan cara yang cermat menurut teknik aseptic, yaitu menggunakan alat-alat yang steril dan aturan-aturan laboratorium tertentu. Piaran yang kita peroleh dengan jalan demikian kita sebut piaraan pertama (primary culture), dan sifatnya murni. Piaraan semacam ini dapat disimpan, tetapi tiap waktu-waktu tertentu harus diadakan peremajaan dengan memidahkannya ke medium baru. Piaraan yang diperoleh dari piaraan pertama disebut piaraan turunan (sub-culture).
Ada piaraan spesies bakteri yang sewaktu-waktu, yaitu tiap 2 atau 3 bulan sekali, perlu diremajakan, meskipun piaraan itu selalu disimpan di dalam lemari es. Untuk meremajakan piaraan itu caranya sama dengan yang telah diceritakan sebelumnya yaitu memindahkan bibit dari koloni yang lama kepada medium yang baru. Setelah bibit baru itu dibiarkan tumbuh beberapa jam dalam temperature biasa (250 -  270), koloni baru ini dimasukkan dalam almari es, untuk diperbaharui  2 atau 3 bulan lagi.
D.  Cara Identifikasi dan Teknik Pengamatan Mikroba
Cara Identifikasi
Mikroorganisme biasanya mencakup semua prokariota, protista dan alga renik. Fungi, terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai bagiannya meskipun banyak yang tidak  menyepakatinya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa yang dapat dianggap mikroorganisme adalah semua organisme sangat kecil yang dapat dibiakkan dalam cawan petri atau inkubator di dalam laboratorium dan mampu memperbanyak diri secara mitosis (Hadiutomo, 1990).
Dibutuhkan alat bantu untuk melihat bentuk dari mikroorganisme, alat yang biasanya digunakan adalah mikroskop. Namun untuk mempelajari mikrobiologi secara detail digunakan metode identifikasi mikroba. Identifikasi mikroba berguna untuk mempelajari secara detail karakter fisik, kimiawi, dan bologis mikroba sehingga dapat diketahui dan dimanfaatkan secara optimal. Identifikasi merupakan kegiatan utama dalam kegiatan untuk membuat klasifikasi atau taksonomi. Berdasarkan klasifikasi dan taksonomi keanekaragaman hayati makhluk hidup dapat dipelajari dan dipahami dengan lebih mudah dan utuh (Hadiutomo, 1990).
Menurut Kusnadi (2003), untuk mengetahui darimana dimulai identifikasi suatu organisme, diperlukan jumlah minimum informasi yang menyangkut :
a.       Ukuran, bentuk dan susunan organisme
b.      Reaksi pewarnaan gram
c.       Jika dapat bergerak, tipe flagela (apakah flagela berada hanya pada ujung batang, atau tersebar di seluruh tubuh organisme), serta
d.      Ukuran keseluruhan dan penampilan koloni bakteri
Dengan pengamatan minimal ini kadang-kadang dimungkinkan untuk menentukan termasuk dalam bagian suku apa organisme yang belum diketahui itu, bahwa kadang-kadang marga yang tepat dapat ditentukan.
Identifikasi marga dan jenis lebih lanjut memerlukan informasi biokimia. Informasi biokimia khas yang diperlukan untuk menetapkan gula apa yang dicernakan, apakah organisme yang tidak diketahui itu merombak gelatin atau urea, atau bahkan apakah organisme itu dapat hidup dalam medium yang mengandung garam amonium sebagai satu-satunya sumber nitrogen. Tidaklah mungkin untuk mengetahui banyak informasi yang khas ini diperlukan untuk identifikasi lengkap hingga orang dapat menentukan termasuk bagian hierarki yang mana organisme itu. Dalam beberapa kasus hal ini adalah sederhana (Kusnadi, 2003)
Uji-uji imunologi juga digunakan dalam identifikasi akhir bakteri tertentu. Satu uji melibatkan percampuran antiserum dengan mengetahui apakah bakteri tersebut menggumpal. Sebagai contoh dapat dibahas pada penyakit demam tifus. Darah orang yang sembuh dari demam tifus mengandung substansi yang menyebabkan bakteri Salmonella typhii menggumpal. Antibodi khusus ini tidak atau sedikit berpengaruh pada bakteri lain.
Teknik Pengamatan Mikrobia
      Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Di dalam laboratorium populasi bakteri inidapat diisolasi menjadi kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat dan kemampuan biokimiawinya. Tidak semua mikroorganisme mempunyai zat warna. Mikroorganisme yang tidak berwarna dapat ditembus cahaya, sehingga sukar diamati. Oleh karena itu diperlukan pewarnaan. Tujuan pewarnaan terhadap mikroorganisme ialah untuk :
1. mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, maupun fungi.
2. memperjelas ukuran dan bentuk jasad
3. melihat struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam jasad.
4. melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat
    fisik dan kimia dapat diketahui ( Hadiutomo, 1990).
Langkah-langkah utama teknik pewarnaan
1. Pembuatan olesan bakteri, olesan bakteri tidak boleh terlalu tebal atau
     tipis
2. Fiksasi, dapat dilakukan secara pemanasan atau dengan aplikasi bahan
     Kimia seperti sabun, formalin, fenol.
3. Aplikasi zat warna : tunggal, atau lebih dari 1 zat warna
Teknik pewarnaan bakteri, dapat dibedakan menjadi :
1.         Pewarnaan Sederhana (1 zat warna) untuk melihat bentuk dan susunan
sel
2.         Pewarnaan Diferensial (lebih dari 1 zat warna) untuk melihat bentuk
Susunan dan sifat sel. Beberapa contoh pewarnaan diferensial :
(a) Pewarnaan Gram àdinding sel
(b) Pewarnaan Tahan Asam à dinding sel
(c) Pewarnaan untuk melihat Struktur flagel, kapsul, spora, Inti
            Pewarnaan khusus atau biasa disebut pewarnaan diferensial adalah pewarnaan yang digunakan untuk melihat salah satu struktur sel. Ada beberapa macam metode pewarnaan yaitu :
a.    Pewarnaan Gram
Kegiatan identifikasi adalah menentukan nama hewan atau tumbuhan dengan benar dan menempatkannya di dalam sistem klasifikasi hewan dan tumbuhan. Salah satu tahapan untuk mengidentifikasi mikroba adalah Sifat Kimiawi , yaitu dengan Pengecatan Gram. Pengecatan Gram adalah suatu cara untuk "mengecat" atau "mewarnai" sel agar terlihat di bawah mikroskop. Metode pengecatan tersebut pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan metode pengecatan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya. Oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp.
Berdasarkan sifat terhadap cat Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan dasar perbedaan ini yaitu :
1. Teori Salton
Teori ini berdasarkan kadar lipid yang tinggi (20 %) di dalam dinding sel
bakteri Gram negatif. Zat lipid ini akan larut selama pencucian dengan alkohol. Pori-pori pada dinding sel membesar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan bakteri menjadi tidak berwarna. Bakteri Gram positif mengalami denaturasi protein pada dinding selnya akibat pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan beku, pori pori mengecil sehingga kompleks kristal yodium yang berwarna ungu dipertahankan dan bakteri akan tetap berwarna ungu (Kusnadi, 2003).
2. Teori permeabilitas dinding sel
Teori ini berdasarkan tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Bakteri Gram positif mempunyai susunan dinding yang kompak dengan lapisan peptidoglikan yang terdiri dari 30 lapisan. Permeabilitas dinding sel kurang, dan kompleks kristal yodium tidak dapat keluar. Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, hanya 1 – 2 lapisan dan susunan dinding selnya tidak kompak. Permeabilitas dinding sel lebih besar sehingga masih memungkinkan terlepasnya kompleks kristal yodium (Kusnadi, 2003).
b.   Pewarnaan spora
            Spora pada bakteri merupakan struktur yang tahan panas dan tahan bahan kimia. Spora dibentuk oleh bakteri tertentu untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi bakteri tersebut. Contohnya pada Clostridium, Thermoactinomycetes, Sporosarcina, dan lain-lain. Dalam lingkungan yang menguntungkan spora bergerminasi menjadi sel vegetatif, dan bila lingkungan tidak menguntungkan sel vegetatif berubah menjadi spora (Waluyo, 2004).
            Spora tahan terhadap suhu dan bahan kimia yang mematikan sel vegetatif. Contohnya spora Clostridium botulinum. Lapisan bagian luar spora merupakan lapisan penahan yang baik terhadap bahan kimia, sehingga spora sulit diwarnai. Spora bakteri dapat diwarnai dengan cara dipanaskan. Pemanasan ini menyebabkan lapisan spora membengkak sehingga zat warna dapat masuk. Bahan yang digunakan untuk pewarnaan spora dapat memakai larutan hijau malakhit dan larutan safranin (Waluyo, 2004).
c.    Pewarnaan Kapsula
            Kapsula merupakan lapisan yang melekat di luar dinding sel yang terdiri dari polisakarida atau polipeptida dengan ketebalan 1-2 µ m. Kapsula berfungsi untuk melekatkan diri pada permukaan dan melindungi bakteri dari sel-sel fagosit (Dwidjoseputro, 1978).
            Beberapa bakteri menyebabkan penyakit kemampuannya mensintesis kapsul. Baccilus anthracis , penyebab radang limpa pada ternak dan karbunkel pada manusia dapat mensintesis kapsula polipetida. Lapisan kapsul cukup tebal sehingga dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, namun demikian sulit diwarnai sehingga perlu diberi pewarnaan khusus. Pada pewarnaan negatif latar belakangnya yang diwarnai zat negatif sedangkan bakterinya diwarnai dengan zat warna basa. Kapsula tidak menyerap warna sehingga terlihat lapisan terang-tembus dengan latar belakang yang berwarna. Salah satu pewarnaan kapsula menurut Raebiger menggunakan larutan formo-gentian violet Raebiger (Waluyo, 2004).
d.   Pewarnaan Flagela
            Flagela merupakan salah satu struktur yang digunakan bakteri untuk bergerak. Ketebalan flagela sekitar 0,025µm sehingga sulit terlihat oeh mikroskop cahaya. Penataan flagela merupakan ciri bakteri yang digunakan untuk identifikasi. Untuk melihat flagela digunakan cara khusus. Penambahan bahan kimia berupa larutan mordan yang berguna untuk membengkakkan flagela sehingga dapat dilihat dengan mikroskop cahaya (Waluyo, 2004).
e.    Pewarnaan Badan Inklusi
            Beberapa bakteri dapat mensintesis bahan inklusi atau granula yang disimpan dalam sitoplasma. Granula ini merupakan cadangan bahan makanan dan merupakan sumber karbon dan energi yang siap pakai. Dalam sel bakteri badan inklusi berupa granula metakromatik merupakan polimer fosfat yang ditemukan pada beberapa bakteri merupakan cadangan makanan untuk proses biosintesis. Granula metakromatik adalah cara sel bakteri menyimpan kelebihan ion fosfat dalam sel dan hal ini sering ditemukan pada genus Bacillus dan Cyanobacter dan dapat digunakan sebagai salah satu ciri untuk identifikasi (Dwidjoseputro, 1978).
            Granula dapat diwarnai dengan larutan biru-toluidin 1% sedangkan pencucian dengan larutan H2SO4. Larutan lugol diberikan untuk mneingkatkan afinitas zat warna, sedangkan zat warna pembeda adalah eosin Y 1%. Pewarnaan ini menyebabkan granula berwarna hitam dan sitoplasma berwarna merah muda (Waluyo, 2004).

f.      Pewarnaan Tahan Asam
Mewarnai genus mycobacterium, spesies spesies tertentu dari genus nocardia Prinsip : zat lipoid dinding sel bakteri-bakteri di atas tebal , sulit ditembus zat warna, tetapi sudah terwarnai sulit dicuci dengan etanol. Tahapan :
1. Warna dasar : karbol fuchsin + pemanasan
2. Pencucian : alkohol asam ( 3% HCl dalam 95% etanol)
3. Pembanding : metilen biru
hasil : Mycobacterium dan Nocardia berwarna merah bakteri lain biru





BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
B.     Saran

DAFTAR RUJUKAN
Darkuni, Noviar M.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.   Hadiutomo, R.S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Institut Pertanian Bogor
Kusnadi, dkk. 2003. Common Text Book Mikrobiologi. Bandung: JICA-IMSTEP, DGHE, dan FPMIPA UPI
Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK
Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar